Friday, March 4, 2016

Ulama Kharismatik Aceh: Biografi Syeikh Nuruddin Ar-Raniry

Nuruddin Ar-Raniri adalah negarawan, ahli fikih, teolog, sufi, sejarawan dan sastrawan penting dalam sejarah Melayu pada abad ke-17. Nama aslinya adalah Nuruddin bin Ali bin Hasanji bin Muhammad Hamid Ar-Raniri. Ia lahir di Ranir (Rander), Gujarat, India, dan mengaku memiliki darah suku Quraisy, suku yang juga menurunkan Nabi Muhammad SAW. 


Ayahnya adalah seorang pedagang Arab yang bergiat dalam pendidikan agama (Piah dkk., 2002: 59-60). Nuruddin adalah seorang yang berilmu tinggi, yaitu orang yang pengetahuannya tak terbatas dalam satu cabangpengetahuan saja. Pengetahuannya sangat luas, meliputi bidang sejarah, politik, sastra, filsafat, fikih, tasawwuf, perbedaan agama, dan sufism. ia menulis kurang-lebih 29 kitab, yang paling terkenal adalah "Bustanul Salatin". Namanya kini diabadikan sebagai nama perguruan tinggi agama (IAIN) di Banda Aceh.


 Syeikh Nuruddin Ar-Raniry
Beliau di katakan telah berguru dengan Sayyid Umar Abu Hafis Abdullah Basyeiban yang yang di India lebih dikenal dengan Sayyid Umar Al-Idrus kerna adalah khalifah Tariqah Al-Idrus Alawi di India. Ar-Raniri juga telah menerima Tariqah Rifaiyyah dan Qadariyah dari gurunya.Putera Abu Hafs yaitu Sayyid Abdul Rahman Tajudin yang datang dari Balqeum, Karnataka, India pula telah menikah setelah berhijrah ke Jawa dengan Syarifah Khadijah, puteri Sultan Cirebon dari keturunan Sunan Gunung Jati.

               
Nuruddin mula-mula mempelajari bahasa Melayu di Aceh, lalu memperdalam pengetahuan agama ketika melakukan ibadah haji ke Mekah. Sepulang dari Mekah, ia mendapati bahwa pengaruh Syamsuddin as-Sumatrani sangat besar di Aceh. Karena tidak cocok dengan aliran wujudiyah yang disebarkan oleh Syamsuddin as-Sumatrani, Nuruddin pindah ke Semenanjung Melaka dan memperdalam ilmu agama dan bahasa Melayu di sana.Selama tinggal di semenanjung, Nuruddin menulis beberapa buah kitab.

Ia  juga membaca Hikayat Seri Rama dan Hikayat Inderaputera, yang kemudian dikritiknya dengan tajam, serta Hikayat Iskandar Zulkarnain. Ia juga membaca Taj as-Salatin karya Bukhari al-Jauhari dan Sulalat as-Salatin yang populer pada masa itu. Kedua karya ini memberi pengaruh yang besar pada karyatamanya sendiri, Bustan as-Salatin (Piah dkk., 2002: 60).


Kembali Ke Aceh

Pada tahun 1637 ia kembali ke Aceh dan tinggal di sana selama tujuh tahun. Saat itu Syeh Syamsuddin as-Sumatrani telah meninggal. Berkat keluasan pengetahuannya, Sultan Iskandar Tani (1636-1641) mempercayainya untuk mengisi jabatan yang ditinggalkan oleh Syamsuddin. Nuruddin menjabat sebagai Kadi Malik al-Adil, Mufti Besar, dan Syeikh di Masjid Bait al-Rahman.

Pada saat ia berjaya sebagai pejabat kesultanan inilah, dengan dibantu oleh Abdul Rauf as-Singkili, ia melakukan gerakan pemberantasan aliran wujudiyah yang diajarkan oleh Hamzah Fansuri dan Syamsudin as-Sumatrani. Karya-karya kedua ulama sufi itu dibakar dan para penganut aliran wujudiyah dituduh murtad serta dikejar-kejar karena dituduh bersekongkol untuk membunuh istri Sultan, Ratu Safiatun Johan Berdaulat.

Keadaan berbalik melawan Nuruddin ketika Sultan Iskandar Tani mangkat dan digantikan oleh istrinya, Sultanah Safiatuddin Johan Berdaulat (1641-1675). Polemik antara Nuruddin dan aliran wujudiyah bangkit kembali. Kali ini yang menang adalah seorang tokoh yang namanya sama dengan salah satu karya Hamzah Fansuri, yaitu Saif ar-Rijl, yang berasal dari Minangkabau dan baru kembali ke Aceh dari Surat (Braginsky, 1998: 473). Saif ar-Rijl mendapat dukungan sebagian besar kalangan Aceh, yang merasa tidak senang dengan besarnya pengaruh orang asing di istana Aceh. Untuk menyelesaikan pertikaian itu mereka mencari nasihat sang ratu, tetapi sang ratu menolak dengan dalih tidak berwenang dalam soal ketuhanan. 

Sesudah berpolemik selama sekitar satu bulan, Nuruddin terpaksa meninggalkan Aceh dengan begitu tergesa-gesa, sehingga ia tidak sempat menyelesaikan karangannya yang berjudul Jawahir al-‘Ulum fi Kasyfi al-Ma‘lum (Hakikat Ilmu dalam Menyingkap Objek Pengetahuan) (Takeshi Ito, 1978: 489-491; via Braginsky, 1998: 473-474). Nuruddin akhirnya ia kembali ke Ranir. Ia meninggal di kota kelahirannya pada tanggal 21 September1658.(Piahdkk.,2002:60). 

Karya Beliau

Secara keseluruhan, Nuruddin Ar-Raniri menulis sekitar dua puluh sembilan naskah,diantaranya         adalah:

Karya-karya Besar Syeikh Nurruddin Ar-Raniry: 

1. Kitab Al-Shirath al-Mustaqim (1634) 


2. Kitab Durrat al-faraid bi Syarh al-‘Aqaid an Nasafiyah (1635) 


3. Kitab Hidayat al-habib fi al Targhib wa’l-Tarhib (1635)


4. Kitab Bustanus al-Shalathin fi dzikr al-Awwalin Wa’l-Akhirin (1638) 


5. Kitab Nubdzah fi da’wa al-zhill ma’a shahibihi 6. Kitab Latha’if al-Asrar 


7. Kitab Asral an-Insan fi Ma’rifat al-Ruh wa al-Rahman 


8. Kitab Tibyan fi ma’rifat al-Adyan 


9. Kitab Akhbar al-Akhirah fi Ahwal al-Qiyamah 


10. Kitab Hill al-Zhill 


11. Kitab Ma’u’l Hayat li Ahl al-Mamat 


12. Kitab Jawahir al-‘ulum fi Kasyfi’l-Ma’lum 


13. Kitab Aina’l-‘Alam qabl an Yukhlaq 


14. Kitab Syifa’u’l-Qulub 


15. Kitab Hujjat al-Shiddiq li daf’I al-Zindiq 


16. Kitab Al-Fat-hu’l-Mubin ‘a’l-Mulhiddin 


17. Kitab Al-Lama’an fi Takfir Man Qala bi Khalg al-Qur-an 


18. Kitab Shawarim al- Shiddiq li Qath’I al-Zindiq


19. Kitab Rahiq al-Muhammadiyyah fi Thariq al-Shufiyyah. 


20. Kitab Ba’du Khalg al-samawat wa’l-Ardh 


21. Kitab Kaifiyat al-Shalat 


22. Kitab Hidayat al-Iman bi Fadhli’l-Manaan 

23. Kitab ‘Aqa’id al-Shufiyyat al-Muwahhiddin 


24. Kitab ‘Alaqat Allah bi’l-‘Alam 


25. Kitab Al-Fat-hu’l-Wadud fi Bayan Wahdat al-Wujud 


26. Kitab ‘Ain al-Jawad fi Bayan Wahdat al-Wujud 


27. Kitab Awdhah al-Sabil wa’l-Dalil laisal li Abathil al-Mulhiddin Ta’wil 


28. Kitab Awdhah al-Sabil laisan li Abathil al-Mulhiddin Ta’wil. 


29. Kitab Syadar al-Mazid 


No comments:
Write komentar