Friday, March 4, 2016

Ulama Kharismatik Aceh: Kiprah Abuya Prof. Muhibuddin Waly


Abuya Muhibbuddin, demikian ia akrab disapa, adalah putra Syekh Muhammad Waly, guru Tarekat Naqsyabandiyah Waliyah di Tanah Rencong. Syekh Muhammad Waly adalah ulama besar yang berasal dari Minangkabau. Dari ayahandanya, yang di Ranah Minang lebih dikenal dengan julukan Syekh Mudo Waly, mengalir darah ulama besar. Paman Syekh Mudo Waly, misalnya, adalah Datuk Pelumat, seorang waliullah yang termasyhur di Minangkabau. Sebagaimana kedudukan pamannya, Syekh Mudo Waly juga mewarisi karisma dan karamahnya. Konon, ia pernah memindahkan anaknya dari Minangkabau ke Aceh dalam sekejap.

Syekh Mudo Waly adalah sahabat Syekh Yasin Al-Fadany (asal Padang) saat mereka berguru kepada Sayid Ali Al-Maliky, kakek Sayid Muhammad bin Alawy bin Ali Al-Makky Al-Maliky Al-Hasany, di Mekah. Karena persahabatan itu pula, beberapa tahun lalu Al-Maliky mengijazahkan seluruh tarekat yang dimilikinya kepada Abuya.
Diceritakan, ketika menunaikan ibadah haji, Abuya sowan kepada tokoh Suni yang baru saja wafat pertengahan Ramadan lalu. Ketika itu Sayid Maliky bertanya, siapakah gerangan tamunya tersebut. Abuya lalu menjelaskan, ia adalah putra Syekh Mudo Waly, murid Sayid Ali Al-Maliky. Mendengar itu, Sayid Maliky menangis haru dan memeluk Abuya, kemudian mengijazahkan semua ilmu tarekatnya. Hal yang sama sekali tak diduga sebelumnya oleh Abuya. Pertemuannya dengan Syekh Yasin Al-Fadany juga penuh dengan isak tangis mengharukan. Setelah memeluk Abuya erat-erat, sambil terus memegang tangannya, Syekh Yasin mengijazahkan semua hadis Rasulullah SAW yang dikuasainya. Untuk pertama kalinya, tempo doeloe di masa remaja, Abuya Muhibbuddin belajar Tarekat Naqsyabandiyah kepada ayahandanya. Setelah dianggap cukup, belakangan, Syekh Mudo Waly menyerahkan pengangkatan anaknya menjadi mursyid kepada gurunya, Syekh Abdul Ghani Al-Kampary (dari Kampar). 

 Saat itu di pesisir laut Sumatra ada dua mursyid besar yang tinggal di Riau.Mereka termasyhur sebagai min jumlatil awlia (termasuk wali-wali Allah), yaitu Syekh Abdulghani Al-Kampary, yang kebanyakan murid-muridnya terdiri dari para ulama; dan Syekh Abdul Wahhab Rokan (dari Rokan), yang murid-muridnya adalah orang-orang awam. Belakangan Abuya Muhibbuddin juga mendapat ijazah irsyad (sebagai guru mursyid) Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah dari ulama karismatik K.H. Shohibul Wafa’ Tajul ‘Arifin, alias Abah Anom, pengasuh Pondok Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya; dan Tarekat Naqsyabandiyah Haqqaniyah dari Syekh Muhammad Nadzim Al-Haqqany. Silaturahmi dan selalu belajar kepada para ulama besar memang kebiasaannya yang sudah mendarah daging, bahkan hingga kini. Selalu teringat wasiat ayahandanya, “Jika engkau bertemu dengan orang alim, janganlah pernah mendebat. Cukup dengarkan nasihatnya, bertanya seperlunya, minta doa dan ijazahnya, lalu cium tangannya.”




Abuya Muhibbudin Waly  


Syekh Muhibbuddin Waly mengambil gelar doktor di Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Kairo, dengan disertasi tentang Pengantar Ilmu Hukum Islam. Lulus 1971, waktu kuliahnya terbilang singkat. Di Al-Azhar, teman satu angkatannya antara lain mantan Presiden RI K.H. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. “Wah, Gus Dur itu sehari-hari kerjaannya cuma membaca bermacam-macam koran,” kenangnya sambil terkekeh. Kini, setelah kesibukannya sebagai anggota DPR RI berakhir 2004 lalu, ia lebih banyak mengisi waktunya dengan mengajar tarekat dan menulis. Ada beberapa buku tentang tasawuf dan pengantar hukum Islam yang sedang ditulisnya, sambil menyempurnakan buku ensiklopedi tarekat yang diberinya judul Capita Selecta Tarekat Shufiyah. Waktu senggangnya juga dimanfaatkan untuk “meramu” tiga kitab yang diharapkannya akan menjadi pegangan para murid dan umat Islam pada umumnya, yaitu Tafsir Waly (Tafsir Al-Quran), Fathul Waly (Komentar atas Kitab Jauharatut Tauhid), dan Nahjatun Nadiyah ila Martabatis Shufiyah (sebuah kitab tentang ilmu tasawuf). Dan ternyata ia pun mewarisi darah para pujangga Minang. Hal itu, misalnya, terbukti dari kemahirannya menulis syair. Belum lama ini ia mengijazahkan Syair Tawasul Tarekat yang digubahnya dalam dua bahasa, Arab dan Melayu, kepada murid-murid tarekatnya. Syair yang cukup panjang ini menceritakan proses perjalanan suluknya, diselingi doa tawasul kepada para pendiri beberapa tarekat besar dan guru-guru yang dimuliakannya.

Mengenai perkembangan tarekat dewasa ini, ia menyatakan, “Saat ini ada pergeseran nilai (bertambahnya fungsi tarekat – Red.) di kalangan pengikut tarekat. Jika di masa lampau tarekat diikuti oleh orang yang benar-benar hendak mencapai makrifatullah, kedekatan dengan Allah, sekarang ini tarekat malah sering jadi tempat pelarian bagi orang-orang yang menemukan kebuntuan dalam hidup.” Mengenai hubungan guru dan murid dalam tarekat, ia berpendapat, seorang mursyid adalah pengemudi biduk pengembaraan spiritual muridnya. Oleh karena itu, seorang mursyid seyogianya juga menjadi musahhil, yaitu orang yang membantu kemudahan sang murid dalam melewati beberapa maqamat atau terminal spiritualnya.


Kini beliau tela tiada dan namanya harum terkenang, Abuya Pro.DR. Muhibuddin Waly berpulang kehadirat Allah sekira pukul 21.30 WIB Rabu Malam pada tanggal 7 Maret 2013, di RS Fakinah, Banda Aceh. Abuya meninggal setelah beberapa hari dirawat di RS Fakinah. Saat ini, jenazah Almarhum dibawa pulang ke kediaman di Desa Lamreung, Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar.dan almarhum akan dikebumikan di kampung halamannya Desa Darussalam, Labuhan Haji Aceh Selatan.


Berikut sekilas Biografi Abuya Muhibuddin Waly


Nama Penuh            : Prof. Dr. H. Teungku Muhibbuddin Waly

Nama Pendek          : Muhibbuddin

Asal                         : Tanjungan, Sumatera Barat

Nama Ayah             : Teungku Syeikh H. Muhammad Waly Al-Khalidy Al-Syafi’i

Darussalam, Labuhanhaji, Aceh Selatan

Gelaran Tradisi        : Teungku dan Abuya

Gelaran Profesional : Doktor (Ph.D) Penghantar Ilmu Fiqh Islam

Tarikh Lahir            : 17 Desember 1936, (Rabu)

Tempat Lahir           : Simpang haru Padang Kota, Sumatera Barat

Agama                     : Islam (Sunni)

Status                      : Kahwin, mempunyai seorang isteri dan tujuh orang Putera ( Taufiq, Hidayat, Wahyu, Rahmat, Amal, Habibie dan Maulana )



Pendidikan : 1944 – 1953 SD s/d SLA di Darussalam Labuhanhaji, Aceh Selatan 1954 – 1959 Perguruan Tinggi Islam Bustanul Muhaqqiqin Darussalam Labuhanhaji Aceh Selatan 1964 Persamaan Ijazah Perguruan Tinggi Islam Bustanul Muhaqqiqin Darussalam Labuhanhaji Aceh Selatan dengan Magister Syari’at Islam, Spesialisasi Ushul Fiqh Al-Islami (The Roots Theorical Bases of Islamic Law Section), al-Azhar University, Faculty of Islamic Statute & Law, Cairo, Egypt. 1970 Dokter (Ph.D) Syariah Islam, Bidang Ushul Fiqh Al-Islami (Spesialisasi The Roots-The Orical-of Islamic Law Section), Al-Azhar University. 1978-1979 Lemhannas (Lembaga Pertahanan Indonesia) KRA XI, Jakarta. 1979 Penataran Pemuka Agama seluruh Indonesia Angkatan ke-II, Jakarta. 1980 Penataran Calon Penatar P4 (Manggala P4 Nasional ) Istana Bogor. 1984 Penataran Kewaspadaan Nasional (Khusus Manggala P4 Nasional), Jakarta.


Kegiatan Akademik : 1963-1964 Dosen (status Guru Besar) Perguruan Tinggi Islam Bustanul Muhaqqiqin Perguruan Tinggi Islam Darussalam Labunhanhaji Aceh Selatan. 1970-1976 Dosen IAIN Falkutas Syariah Syarif Hidayatu ‘lLah, Jakarta. 1971-1974 Dosen Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran (PTIQ), Jakarta 1988-1993 Professor Ilmu Hukum Islam, Institut al-Quran (IIQ) Jakarta.


Pengalaman Kerja : 1963-1964 Direktur Perguruan Tinggi Islam Bustanul Muhaqqiqin Darussalam Labuhanhaji Aceh Selatan. 1973-1975 Wakil Dekan Bidang Akedamis, Fakultas Syari’ah IAIN Syarif Hidayatu’lLah, Jakarta. 1979-1982 Pimpinan Majlis Dakwah Islamiyah (MDI) Indonesia, Jakarta 1982-1993 Ketua Umum Rabithahatul Ulamail Muslimin al-Sunniyyin (Ikatan Ulama Islam Ahli al-Sunnah wa al-Jama’ah) Indonesia, Jakarta. 1983-1988 Anggota Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia (DPA- RI) 1992 Pensyarah, Universiti Islam Antarabangsa, Kuala Lumpur, Malaysia.


Karya Ilmiah : Al-Ijtihad fi al-Fiqh al-Islami (Ijtihad dalam Hukum Islam), tahun 1970. Thesis Ph.D. dari Falkutas Syari’ah dan Qanun, Universitas al-Azhar. Hakikat Hikmah Tauhid dan Tasawwuf (4 jilid), 1972-83. Ulama Menurut Islam (Mahiyat al-Ulama fi al-Islam – Naskah Seminar PB N. U. 1976). Asuransi dalam Pandangan Syari’at Islam (Al-Ta’min fi al-Syari’ati al-Islamiyah-Naskah Seminar PB N. U. 1975). Taraweh dan Witir serta Ibadat-ibadat yang Bertalian dengannya menurut Sunnah Rasul Dan Sunnah Sahabat, dan Pengalaman Para Ulama Islam Ahli al-Sunnah wa al-Jama’ah (1985) Dari Manakah Datangnya Istilah Ahli al-Sunnah wa al-Jama’ah (1985).

Undangan seminar dan lain-lain seperti ke Malaysia (Seminar Guru-guru Asean) tahun 1977, Ke Brunei Darussalam (Seminar Da’wah Islamiah) tahun 1985 dan lain-lain.

No comments:
Write komentar