Pedang yang dipegang oleh Abati (Tgk.Muhammad Shufi Harun) ini adalah pedang yang dipakai oleh suami Cut Nya’ Dhien dahulu sebelum ia syahid sebagai Syuhada dibunuh penjajah Belanda.
Pedang ini termasuk salah satu pedang pusaka milik kerajaan Aceh. Tersebut kisah konon pedang ini merupakan bagian dari sembilan pedang-pedang kesultanan Aceh yang kemudian ketiadaan keterangan mengapa bisa berada pada Teuku Ibrahim hingga menguasainya.
Pedang yang memiliki nilai hystoris dan latar belakang yang panjang ini ternyata bukanlah pedang biasa tapi merupakan pedang yang sarat mengandung mitos dan keghaibannya, hal ini tentu sumbernya sendiri yang mengetahuinya.
Banyak orang tidak mengetahui seluk beluk dan keberadaan pedang ini karena memang hampir hilang ditelan bumi.
Banyak orang tidak mengetahui seluk beluk dan keberadaan pedang ini karena memang hampir hilang ditelan bumi.
Riwayat yang bersumber dari Abati seorang pimpinan dayah Mudhiatul Fata Lampaseh Aceh, Banda Aceh, meriwayatkan bahwa menurut kisah dari turunan keluarga Teuku Ibrahim, tersebutlah kisah bahwa Teuku Ibrahim adalah seorang turunan Ahlulbait Nabi yang keluarganya berhijrah ke Aceh di masa kesultanan Aceh dahulu.
Berikut ini sekilas latar belakang sejarah tentang pedang ini hingga sampai kepada para pemegang sah-nya sekarang berada.
Abati Lampaseh ketika berpose dengan pedang dimaksud. |
Awal mula pedang ini berasal dari tanah negeri Hadratul Maut Yaman, disebabkan oleh konflik dan pertikaian besar pada masa itu yaitu di abad 17 atau 18 ke atas masa awal kebangkitan kekuasaan monarky yang kini disebut dengan Arab Saudi dan merupakan masa akhir kejatuhan Empayer Turky Osmani. Masa tersebut adalah masa di mana bangsa-bangsa Barat yang diwakili Inggris menjatuhkan peradaban lslam, dan kala itu juga Inggris dibantu oleh suatu suku di jazirah Arab.
Itulah sejarah konflik hitam terhadap umat lslam di tanah Arab dan tanah mulia tempat kelahiran junjungan alam Nabi Besar Muhammad saw dan tempatnya 2 tanah suci (haramain) milik umat lslam berada, setelah direbut paksa dari pada kekuasaan kekhalifahan lslam Dynasti Turki Usmani yang kala itu masa kemundurannya yang dimanfaatkan oleh pihak Barat (Inggris) atau Yahudi yang berkonspirasi dengan kepala suku Baduwi di Arab (tuan Su’ud).
Masa itu pulalah di mana umat lslam dikejar-kejar dan dibunuh karena telah terjadinya pengkafiran muslimin oleh orang-orang yang menguasai negeri. Masa itu masa kaum barbar berjaya adalah masa paling kejam terhadap muslimin dan mukminin yang dilakukan oleh saudara seagamanya. Kaum muslimin didera dalam perbedaan pendapat dalam berislam namun naas bagi mereka, pemancungan atau pembunuhan di mana-mana hanya karena dianggap telah syirik dan kafir. Bahkan tidak tanggung-tanggung bukan saja umat tapi orang-orang yang dipercayakan sebagai ahli ilmu (ulama dan mufti) pun turut serta dibunuh beserta penghancuran segala makam keluarga dan sahabat nabi serta tempat-tempat yang dianggap sakral dalam agama ini.
Pengkafiran dan pembumi hangusan kaum muslimin ini terjadi luar biasa adanya, dan pelakunya merupakan bentuk dan rupa dari pada kaum Khawarij baru yang dulu pernah hidup di zaman Rasulullah. Mereka inilah yang kini disebut dengan Wahabi yang telah melakukan pembunuhan dan pengkafiran terhadap siapa saja yang dianggap berlawanan dengannya. Khawarij yang dahulu diciptakan oleh Yahudi sama halnya juga dengan Syi’ah, kedua-duanya bangkit untuk mengacaukan dan menghancurkan Dinul Haq agama yang Rahmatan Lil Alamin ini.
Singkat cerita oleh Syi’ah yang anti Sahabat Nabi dan oleh Khawarij anti Zurriat Nabi saling bertikai. Dan dari sinilah awal mula masa Wahabi sebagai reinkarnasinya Neo-Khawarij melakukan pembalasan besar-besaran kepada ahlulbait dan zurriat Nabi. Oleh tindakan brutal Wahabi-lah kemudian para Ahlulbait Nabi dikejar-kejar dan dilenyapkan dari muka bumi, maka banyak kita melihat mendapati para Ahlulbait Nabi ini di seluruh dunia ini yang bermaksud menyelamatkan diri dari kezaliman itu.
Di antara keluarga Nabi yang menetap di Yaman juga berusaha menyelamatkan nyawanya dari ancaman bahaya hingga tersebar ke berbagai negeri-negeri tetangga Arab, namun ada juga yang berhijrah Asia Tenggara dan ke seluruh dunia.
Di antara mereka terdapatlah keluarga besar dari Teuku Ibrahim (suami pertama Cut Nya’Dhien). Keluarganya yang dikejar-kejar oleh tentara-tentara Wahabi di Arab sana hingga berhasil lari ke negeri Aceh ini, dan salah satunya adalah keluarga besar dari Teuku Ibrahim suami dari Cut Nya’ Dhien yang berhijrah menyelamatkan nyawa ke Aceh, dan mereka berasal dari kampung Buni Yamin asal Yaman. Dan ketika itu Aceh sudah sedia mulai maju oleh peranan para sultan yang memimpin saat itu.
Sejarah keberadaan Ahlulbait Nabi yang dikenal sebagai bangsa mulya turunan Nabi masuk ke Aceh dahulu tidak diketahui persis oleh umum, disebabkan pula pada masa itu mata-mata Kolonial Barat melakukan misi pencarian target di mana saja mereka berada guna pembumihangusannya, itu juga bagian dari konspirasi Barat dengan Saudi. Kala itu Aceh memang telah diinvasi oleh Barat seperti Portugis, Belanda, Inggris dan lain-lain.
Sehingga wajar kita temui di Aceh dahulu, para ulama-ulama besar yang berpengaruh di Aceh ternyata merupakan bagian dari keluarga Nabi yang sedang dicari-cari itu.
Sehingga wajar kita temui di Aceh dahulu, para ulama-ulama besar yang berpengaruh di Aceh ternyata merupakan bagian dari keluarga Nabi yang sedang dicari-cari itu.
Alhamdulillah memang keberadaan para keluarga Nabi yang dikenal dengan istilah para Hubaib atau Sayid dan Syarifah, di Aceh sangat nyaman kehidupannya itu berkat kemurahan hati para kesultanan Aceh yang berkuasa kala itu, sehingga banyak di antara mereka dapat mendakwahkan agama kepada umat lslam Aceh.
Di antara para turunan Nabi tersebut merupakan para ulama-ulama Aceh yang sangat dikenal saat itu di antaranya seperti Abu Chiek Tgk. Dianjong, Abu Chiek Tanoh Abee, Abu Chiek Tanoh Mirah dan lain-lain yang banyak tersebar diberbagai penjuru tanah air.
Di antara para turunan Nabi tersebut merupakan para ulama-ulama Aceh yang sangat dikenal saat itu di antaranya seperti Abu Chiek Tgk. Dianjong, Abu Chiek Tanoh Abee, Abu Chiek Tanoh Mirah dan lain-lain yang banyak tersebar diberbagai penjuru tanah air.
Maka menurut riwayat inilah keberadaan pedang dan peran keluarga besar Teuku Ibrahim berada di Aceh, alkisah pedang tersebut telah diwasiatkan oleh para leluhurnya agar si pemakainya haruslah seorang kesatria yang siap berjihad bela agama. Maka wajar pula beliau yang beristrikan wanita pemberani yang siap menggantikan kedudukannya melawan Kafir Penjajah Belanda masa itu di kala beliau telah syahid.
Kisah akan keberadaan pedang ini tiada yang tahu bahkan sampai disebut-sebut telah hilang kecuali memang dari keluarga dan turunannya hingga di jaman ini.
Kisah keberadaannya nyaris hilang ditelan bumi, namun berkat usaha keras dari para turunan keluarganya telah mencari dengan berbagai cara hingga berhasil kembali mendapati dan menguasainya.
Kisah keberadaannya nyaris hilang ditelan bumi, namun berkat usaha keras dari para turunan keluarganya telah mencari dengan berbagai cara hingga berhasil kembali mendapati dan menguasainya.
Konon dahulu masa Suami Cut Nya’ Dhien masih hidup di era tahun 1800-an, disebutkan ada yang cuak (mata-mata) membisikkan kepada Belanda bahwa pedang pusaka ini ada di tangan Teuku Ibrahim. Belanda yang berhasrat ingin juga menguasai pedang ini menyiasati suami Cut Nya’ Dhien sehingga oleh Belanda mengirim orang-orang bayarannya menculik, membunuh dan membuangnya jasad suami Cut Nya’ Dhien (Teuku Ibrahim) beserta anaknya yang telah remaja, saat itu terjadi keanehan akan keberadaan pedang yang raib entah kemana hingga akhirnya ditemukan kembali.
Maka wajar saja bila Cut Nya’ Dhien pun marah karena selain suami yang dibunuh, anak dan suaminya telah diculik dan dibantai Belanda. Atas kejadian tersebut Cut Nya’ Dhien pun turut berduka atas hilang orang-orang yang dikasihnya itu, namun karena masih mengingat amanah suaminya dulu yang menyeru agar wajib melawan Belanda si kafir penjajah, maka bangkitlah Cut Nya’ Dhien diikuti dengan pengawal-pengawalnya dengan gagah berani berjuang bela agama dan bangsa. Hingga pada sebuah masa dilamar oleh Teuku Umar Johan Pahlawan disuntingkannya menjadi istri.
Kembali ke hal pedang, hingga akhirnya pedang ini kini berhasil ditemukan di dalam tempat tersembunyi yaitu dalam Gowa Tujoh Laweung, kabupaten Pidie. Menurut kisah disebutkan bahwa di dalam gowa tersebut ada 9 (sembilan) buah yang tersembunyi di dalamnya. Di antara sembilan buah pedang itu, satu telah dicuri oleh orang luar Aceh tapi kini telah berhasil kembali lagi kesitu. Kisah kehilangan pedang tersebut memang terasa bagai aneh dan penuh mistery, wallahu a’lam..
Dari hasil kesepakatan para leluhurnya pedang ini hanya diberikan pada orang yang alim lagi kesatria, amanah dan tidak fasik. Tentu ada kriteria khusus dan tersendiri yang dapat menguasai pedang tersebut. Dan kini keberadaan pedang tersebut dikuasai oleh salah seorang dari keluarga turunan Teuku Ibrahim itu.
Demikian adanya riwayat yang saya dapatkan dari almukarram Abati saat bersilaturrahmi di Hari Raya Fitrah ini.
No comments:
Write komentar