* Tak Mau Serah Terima Jabatan
BANDA ACEH | Kebijakan Gubernur Aceh, Zaini Abdullah merombak kabinet kerjanya secara tiba-tiba selain mengejutkan banyak kalangan juga memicu perlawanan dari 17 kepala dinas/Kepala SKPA yang dicopot.
Di tengah berbagai komentar miring yang ditujukan oleh berbagai kalangan kepada Gubernur Aceh yang dinilai inkonsistensi--karena sebelumnya mengeluarkan pernyataan tidak akan ada mutasi pejabat eselon II, apalagi Mendagri sudah melarang--ternyata 17 kadis mengisyaratkan perlawan terhadap kebijakan Zaini Abdullah alias Abu Doto.
Mantan kepala BPBA, Said Rasul bersama mantan kepala Kesbangpolinmas Aceh, Nasir Zalba, mantan Karo Adm Pembangunan dan Tata Ruang, Anwar Ishak, dan mantan kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Ir Arifin Hamid memberikan keterangan pers kepada Serambi, di salah satu kafe di Banda Aceh, Sabtu (11/3). SERAMBI/ HARI MAHARDHIKA |
Pascaperombakan kabinet Zaini yang kontroversi tersebut, ke-17 kadis melakukan rapat di salah satu kafe di Jalan Prof Ali Hasyimi, Gampong Pango Raya, Kecamatan Ulee Kareng, Kota Banda Aceh. Dalam rapat itu, ke-17 mantan pejabat versi SK Gubernur Aceh tersebut sepakat mengadukan Abu Doto ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Mendagri di Jakarta.
“Kita adukan gubernur terkait kebijakannya. Gubernur telah melanggar aturan, padahal larangan sudah dikeluarkan oleh Mendagri, jadi itu yang kita adukan. Sebelumnya dia (gubernur) sudah mengeluarkan statemen (tidak melakukan mutasi), ternyata apa yang dikatakan itu tidak sesuai, bertolak belakang,” kata Nasir Zalba yang dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Kesbangpolinmas Aceh seusai rapat tersebut.
Nasir Zalba baru menjabat sekitar satu bulan sebagai Kepala Kesbangpolinmas Aceh sejak dilantik oleh Plt Gubernur Aceh, Mayjen TNI Soedarmo. Sebelumnya, ia juga sempat dicopot dari jabatan yang sama oleh Gubernur Zaini.
Delegasi 17 kadis yang dicopot oleh Gubernur Zaini Abdullah tersebut dijadwalkan berangkat ke Jakarta hari ini, Minggu (12/3). Mereka akan mendesak KASN dan Mendagri untuk meninjau dan mengevaluasi pelantikan atau mutasi yang dilakukan Gubernur Aceh pada 10 Maret 2017. “Kalau kami diganti ada kesalahan tentu ada berita acaranya. Seharusnya beliau tidak begitulah, jadi sekarang coba jawab siapa sebenarnya yang pesong, siapa sebenarnya yang meuangen (berangin),” sebut Nasir Zalba.
Sementara itu, mantan kepala BPBA, Said Rasul menyebutkan, setelah pihaknya melakukan rapat, berkoordinasi, dan mengevaluasi, mereka menyimpulkan pelantikan yang dilakukan Doto Zaini cacat hukum dan illegal.
Menurutnya, UU Nomor 10 Tahun 2016 jelas menyebutkan, kepala daerah dilarang melakukan pergantian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan.
“Oleh karena itu kami perlu melakukan pengaduan ke KASN dan Mendagri, kita berharap apa yang dilakukan gubernur ini dievaluasi. Ini bukan karena kami ingin mempertahankan jabatan, tapi kita ingin aturan ditegakkan. Kalau memang pelantikannya sah, kami terima, tapi jangan mencari-cari hukum untuk membenarkan tindakan itu,” kata Said Rasul.
Tanggapan juga disuarakan Ir Arifin Hamid yang dicopot dari jabatannya sebagai Kadisperindag Aceh. Arifin mengatakan, pelantikan yang dilakukan oleh Doto Zaini adalah bentuk dari kesewenang-wenangan. Menurutnya, jika pelantikan itu bersandar pada Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA), UUPA tidak mengatur proses pelantikan yang begitu rupa. “Makanya ini perlu pengkajian, hari ini ada tidak pengkajian bahwa UUPA melegalkan apa yang dilakukan itu,” sebutnya.
Arifin menambahkan, UU Nomor 10 Tahun 2016 tetap menjadi dasar dan pegangan bagi negara ini dalam proses mutasi pejabat di setiap pemerintah daerah. Oleh sebab itu, ia menegaskan, pelantikan kemarin tidak sesuai dengan aturan. Pejabat yang dilantik pun, jika nanti menggunakan anggaran pemerintah akan menjadi hal yang meragukan, karena ada dasar hukum yang tidak dipenuhi.
“Makanya kita ke Jakarta untuk meminta kejelasan, kalau Mendagri mengeluarkan surat bahwa pelantikan itu sah, maka akan kita terima. Sekali lagi, kita bukan mempertahankan jabatan, tapi ini soal penegakan aturan,” pungkasnya.
Dalam rapat kemarin, ternyata ke-17 kepala SKPA yang dicopot tersebut sepakat untuk tidak melakukan serah terima jabatan kepada pejabat baru--di masing-masing SKPA--sebelum adanya keputusan dari KASN atau Mendagri. Selain itu, mereka juga tak akan meyerahkan kendaraan dinas dan kunci ruang kerja.
“Ini semua sudah kita sepakati, ada berita acaranya yang kami tanda tangani tadi. Kami tidak akan melakukan itu sampai adanya keputusan lebih lanjut dari Pemerintah Pusat, dalam hal ini Mendagri atau KASN,” tandas Said Rasul.
Namun, jika minggu depan Mendagri mengeluarkan surat bahwa pelantikan yang dilakukan pada 10 Maret 2017 itu sah, maka mereka akan segera melakukan serah terima jabatan dengan pejabat yang barus dilantik. “Ini aturan, tidak boleh suka-suka. Kalau aturan sudah dilangkahi apa kita biarkan. Yang kena mutasi kemarin semuanya berangkat ke Jakarta, kepala SKPA yang tidak kena mutasi juga akan ikut,” demikian Said Rasul.
Sumber: Serambi Indonesia
No comments:
Write komentar