Dia mengenakan kain hitam di kepala. Bertelanjang dada dengan kalung hitam menjuntai di lehernya. Namanya Syahrial, akrab disapa oleh teman-temanya dengan sebutan Teungku Mata Uroe. http://acehabad.blogspot.com/2016/04/persahabatan-teungku-mata-uroe-dengan.html
Syahrial bersama Kureng, harimau peliharaan warisan neneknya |
Syahrial terlihat sedang berada di dalam rimba seraya memegang seekor harimau Sumatera. Satwa paling dilindungi di dunia ini berbaring mesra. Mata harimau itu menatap tajam ke arah depan. Dia seakan tidak memperdulikan kamera yang membidik gambar mereka.
Syahrial biasa memanggil harimau itu dengan sebutan Kureng. Kureng merupakan satu diantara 12 harimau yang diwariskan nenek Syahrial kepadanya. Harimau ini hidup di alam bebas tetapi tetap jinak dengan dirinya.
"Sebeuna jih rimung nyan atra almarhum nek yang jumlah jih 12 boh, tapi meunyo ta peugah riwayat nyan ramee ureung yang hana percaya saweb hana mungken raja huteun jeut ta peulara (sebenarnya harimau itu milik almarhum nenek saya yang jumlahnya 12 ekor, tapi kalau kita ceritakan hal itu banyak orang yang tidak percaya sebab tidak mungkin raja hutan bisa dipelihara)," ujar Syahrial ketika diwawancarai portalsatu.com melalui aplikasi chat whats app setelah mengunggah fotonya bersama seekor harimau Sumatera di forum internal PA Informations, Kamis, 7 April 2016.
Syahrial mengatakan keluarganya sudah terbiasa hidup bersama harimau. Namun harimau tersebut tidak ada lagi yang memperdulikannya sejak sang nenek meninggal dunia. "Bahkan na yang didrop le gob saweub ka itamong lam gampong (bahkan ada yang sudah ditangkap oleh orang karena masuk ke perkampungan)," ujarnya.
Syahrial mengatakan semasa neneknya hidup, harimau-harimau ini tidak pernah diizinkan memasuki pemukiman penduduk. Nenek Syahrial memelihara harimau-harimau itu di dalam belantara Kluet, Aceh Selatan. Saban harinya, harimau itu dilepasliarkan dan mencari makanan sendiri. Sewaktu-waktu diperlukan, nenek Syahrial bisa memanggil belasan harimau tersebut.
“Rimueng nyan leuh lam rimba, tapi dikontrol. Pajan peureulee jeut ta hoi dan jeut ta peugah supaya bek tron u gampong kecuali ka musem tron u blang. Nyan payah ta yu keumit blang, meuhan habeh pade iblouh le bui (harimau-harimau itu lepas di dalam hutan, tetapi tetap dikontrol. Kapan diperlukan bisa dipanggil dan bisa dididik untuk tidak masuk ke pemukiman penduduk kecuali sudah memasuki musim panen padi. Itu harus kita perintahkan untuk menjaga sawah, kalau tidak habis padi diserang babi),” kata Syahrial.
Syahrial menyebutkan sekarang hanya satu raja rimba yang ada bersamanya. Harimau Sumatera “teman” Syahrial ini berjenis kelamin jantan. Semasa Aceh dirudung konflik, harimau ini selalu berada di kaki gunung di kawasan Kluet. Dia mampu hidup mandiri dan tidak tergantung kepada Syahrial. Pria yang kesehariannya bekerja di bengkel sepeda motor ini juga mengaku Kureng tidak pernah membuat masalah selama berada di bawah pengawasannya.
“Sampoe an jinoe hana lom i peugot masalah dan seubeuna jih antara geutanyoe ngon makhluk laen nyan hana saling bermusuhan. Tapi manusia keudroe yang peugot masalah ta usik ketenangan jih(sampai sekarang tidak pernah bermasalah dan sebenarnya antara manusia dengan makhluk lain tidak saling bermusuhan. Tapi manusia sendiri yang membuat masalah dengan mengusik ketenangan mereka),” kata pria kelahiran 1974 ini.
Sebagai salah satu mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Syahrial mengaku berhutang nyawa kepada Kureng. Dia mengisahkan bagaimana Kureng pernah menyelamatkannya dari marabahaya ketika pasukan TNI mengepung desa mereka. Saat itu, Syahrial sedang terluka karena kakinya tertembak saat baku senjata di kawasan Rasian Kecamatan Pasie Raja.
“Dan wate darurat, kondisi gaki golom puleh. Secara lahiriah, lon hana mungken selamat tapi Allah geupeu selamat lon dengan cara laen. Arti jih, ketika TNI keuneuk operasi Kureng sabe geu jok tanda dan geuba bak tempat yang aman (dan ketika darurat, kaki saya belum pulih. Secara fakta, saya tidak mungkin selamat tapi Allah menyelamatkan saya dengan cara lain. Artinya, ketika TNI hendak operasi militer Kureng selalu memberikan tanda dan membawa saya ke tempat yang aman,” kata pria yang kini menetap di Desa Paya Laba, Kecamatan Kluet Timur Kabupaten Aceh Selatan tersebut.
Meskipun Kureng kerap kali menyelamatkan nyawanya, tetapi Syahrial mengaku tidak pernah meminta harimau tersebut untuk menyerang orang-orang yang hendak mencelakainya. “Hana ta jiok saweb jih ta peulara kon untuk ta yu poh gob dan lain-lain. Memang jih iteupeu sit beungeh bahkan geuseumpom droe wate na ureung yang keuneuk peulaku tanyoe, tapi nyan keuh yang harus ta jaga(tidak kita berikan tanggung jawab seperti itu karena saya memeliharanya bukan untuk memangsa manusia dan hal-hal buruk lainnya. Memang dia mengerti dan juga bisa marah bahkan membanting tubuhnya jika ada yang hendak menzalimi saya, tapi hal itulah yang harus selalu saya jaga agar amarahnya tidak keluar),” katanya.
Meskipun mamalia carnivora ini merupakan warisan dari neneknya, Syahrial mengakui adanya amalan khusus agar sang raja rimba mau menuruti perintahnya. “Na insya Allah,” ujar Syahrial yang sering menjadi pengisi ceramah GAM di masa konflik di Aceh.
Meskipun Kureng terlihat sangat akrab dengannya, tetapi Syahrial mengaku tidak pernah membiarkan lima anaknya dekat dengan harimau tersebut. Menurutnya memelihara hewan liar seperti harimau sumatera harus memiliki kesabaran yang besar dan tidak semua orang bisa mendekatinya. Dia juga mengatakan banyak pantangan yang harus dipenuhi jika bertemu dengan Kureng.
Di sisi lain, pria yang kini dipercayakan menjadi Juru Bicara KPA Wilayah Lhok Tapak Tuan ini mengaku kecewa dengan kerusakan habitat alami Harimau Sumatera di Aceh selama ini. Dia menyebutkan kerusakan lingkungan sudah memasuki taraf memprihatinkan. “Semesti jih mandum pihak harus menjaga kelestarian flora dan fauna, tapi yang terjadi uroe nyoe secara hana langsung mandum pihak keurija saban untuk peurusak flora dan fauna (seharusnya semua pihak menjaga kelestarian flora dan fauna, tapi yang terjadi hari ini secara tidak langsung semua bekerja sama untuk merusak flora dan fauna,” katanya menjawab maraknya aksi perburuan satwa liar di Aceh.
Dia berharap adanya upaya-upaya dari pihak terkait untuk bersungguh-sungguh menindak tegas para pelaku pemburu satwa liar. “Beu beutoi mengawasi kelestarian flora dan fauna bek kawai bak meja(bersungguh-sungguhlah mengawasi kelestarian flora dan fauna, jangan mengal dari balik meja),” katanya.
Dia juga meminta agar tidak ada lagi aksi pembalakan liar di hutan Aceh dengan alasan apapun, termasuk untuk kesejahteraan rakyat. Pasalnya, kata Syahrial, ujung-ujung dari prilaku tersebut adalah mengeluarkan HGU sementara rakyat juga tidak sejahtera.
“Peureule sit ta ketahui, satwa liar hana akan memusuhi manusia apabila manusia han mengusik ketenangan jih (hal yang perlu diketahui, satwa liar tidak akan memusuhi manusia apabila manusia tidak mengusik ketenangan mereka),” katanya mengungkapkan kekecewaannya atas aksi pembalakan liar di hutan Aceh selama ini. (poltalsatu.com)
Terima kasih telah berkunjung di Blog kami! Setelah Anda membaca artikel ini mohon tinggalkan komentar dan jika ingin membagikan atau menyalin isi artikel ini jangan lupa meletakkan sumber link blog http://acehabad.blogspot.com. TERIMA KASIH!
2 comments:
Write komentar