Tuesday, March 15, 2016

Ungkapan kekecewaan Warga Aceh Selatan: "Bupati Dulu dan Sekarang, Sama Saja!"


 Bupati dulu dan sekarang, sama saja!

Sewaktu adanya pergantian kepimpinan ke tampuk pemimpin baru yang saat ini memimpin, ada sebuah harapan positif dari masyarakat Aceh Selatan pada umumnya. Terkait perubahan tata kelola pemerintah yang baik yang profesional dan visioning maju kedepan. Tidak serampangan seperti masa sebelumnya yang tidak membawa capaian apa-apa.



Kantor Bupati Aceh Selatan
Terhitung sejak dilantik 22 April 2013 silam. Setidaknya hingga saat ini sudah hampir 3 tahun lebih usia kepemimpinan Bupati, Teuku Sama Indra dan Wakilnya Kamarsyah menjadi penguasa Pemerintahan di Aceh Selatan.

Tiga tahun bukanlah waktu singkat untuk menumbuhkan situasi dalam mendorong perubahan positif yang lebih baik, baik dalam konteks sosial dan fisik. Capain yang terukur dari pembangunan fiisk dan sosial, seharusnya sudah mulai terlihat dalam periode tiga tahun ini dari sebuah tata kelola pemerintahan yang baik.

Semua percaya, bahwa tata kelola pemerintahan dan konsep pembangunan mempunyai perubahan yang lebih baik dalam membawa Aceh Selatan. Harapan perubahan para pengisi tata kelola pemerintahan ini akan diisi oleh yang orang-orang berpotensi dan capabel di bidangnya merupakan langkah strategis membawa kearah yang lebih baik.
Sudahlah, contoh-contoh buruk pada masa lalu menjadi pembelajaran bagi kita semua untuk ditinggalkan, seperti pejabat golongan bawah yang tidak jelas kamampuannya tiba-tiba bisa menjadi jabatan strategis di struktur Pemerintahan.

Sejak mamasuki kepemimpinan baru, ada harapan bentuk kepimpinan yang akan berjalan nantinya tidak membawa sikap kedaerahan seperti sebelumnya. Bahwa Bupati akan menjadi “leader” dan pengayom untuk Aceh Selatan, tidak terkotak kotak yang bersifat kedaerahan.

Bersikap dewasa dalam menjadi tokoh sentral  bagi publik, menjadikan lawan politik menjadi sahabat untuk mengkritisi sistem pemerintahan yang berjalan, begitulah harapan dulu. Bukannya anti kritik yang membangun. Bisa memilah mana kritik yang membangun dan kritik yang hanya gombal permainan isu.

Kini, harapan hanya tinggal harapan, saat ini sepertinya tidak ada fondasi dan monumental yang dicapai dalam kepemerintahan periode ini yang dapat mengayom Aceh Selatan secara keseluruhan yang adil dan berimbang tidak berat sebelah. Aktifitas kegiatan pembangunan hanya difokuskan dan cenderung bagi daerah tim pemenangan dulu.

Pertanyaannya, ini Bupati sebelah gunung sana atau Bupati Aceh Selatan. Hingga saat ini belum tampak muncul gagasan kreatif dalam meletakkan pondasi dasar bagi Aceh Selatan yang lebih baik di masa depan.

Namun apa lacur, kepemimpinan saat ini lebih banyak berkutat pada pergantian pejabat teras yang jelas indikator layak diganti atau memang sudah layak diganti. Tiba-tiba saja tampa angin tampa hujan baca di koran, adanya pergantian sejumlah pejabat baru dalam lingkup Pemerintahan Kabupaten Aceh Selatan.

Nuansa politis lebih kental daripada nuansa logis. PNS yang dulu dari Tim “S” lawan main lansung dipindahkan saja ke daerah yang jauh untuk menyulitkan kehidupannya, tampa didahuli analisa strategis dan kebutuhannya, hanya berdasarkan kebutuhan tim pembisik menyingkirkan saingan. Inikah Aceh Selatan saat ini? Soal ini urusan politis, ya politis, tapi tidak sebegitu juga kali, pns golongan rendah juga dipersulit hidupnya dengan dipindah tugaskan jauh dari keluarganya. Konyol.

Pergantian pejabat dan mutasi PNS bukanlah hal yang tabu, jikalau latar belakang kepentingannya untuk efektifitas pembangunan dan penyebaran sumber daya yang potensial untuk mengisi posisi posisi yang layak. Bukan untuk kepentingan kelompok atau golongan.

Isu yang umum berkembang, pergantian dan mutasi pejabat itu banyak yang tidak wajar dan terkesan dipaksakan untuk mengamankan orang-orang dibalik kekuasaan dan mengamankan dari orang-orang yang potensial untuk memuluskan jalan “kepentingan kelompok” orang-orang dibalik kekuasaan. Kaum sebelah sebelah sana, harus disingkirkan untuk mengamankan tampuk masing-masing.


H.T. Sama Indra, bupati Aceh Selatan
Bukannya membuat Aceh Selatan makin bersatu dalam laju pembangunan yang bernuansa kebersamaan. Ini malah memperuncing pertentangan diantara pelaku strategis di Aceh Selatan. Semakin mempertegas, memperlebar “gab” diantara sesama yang ikut memperkeruh kubu yang sedang berjalaan, yang seharusnya tidak harus pakai kubu-kubuan, dalam proses persaingan dalam penempatan posisi strategis dalam struktur-struktur penting di Aceh Selatan.

Pergantian pejabat strategis dalam struktural pemerintahan dilakukan seperti anak-anak memilih mainan, sebentar-sebentar berganti. Nilai indikator pejabat itu tidak diganti juga tidak jelas dan terukur. Bagaimana pejabat bisa menunjukkan kinerjanya ketika baru tiga bulan menjabat sudah isu pergantian pejabat.
Akhirnya pejabat kurang motivasi membangun fondasi, jadinya tidak terlihat progres apa-apa, kecuali tukang teken-teken surat saja. Serta pergantian pejabat baru itu didominasi untuk mereka yang berasal sebelah sana. “Gap” blah deh gunong dan blah nyo gunong, semakin diperuncing.

Soal proyek tender proyek dan segala macam, sudahlah tidak perlu disebutkan lagi. Banyak terdapat sengkarut yang sangat penjang jika dijabarkan. Ini memang sangat umum terjadi dimana baik, baik level Aceh maupun nasional.
Jadi jika Pemerintahan ini seperti itu, maka pemimpin sekarang tidak ada istimewanya, sama saja bobroknya juga seperti  daerah lain. Tidak seperti yang pernah digadang-gadangkan seklompok pemuda penjilat di Aceh Selatan, yang pernah menyebut Bupati bagai gelar pada zaman apalah waktu itu.

Hal lain yang dapat dilihat baru-baru ini perseteruan OKP Kepemudaan makin diperuncing saja, KNPI. Kabarnya Bupati juga punya andil dalam kisruh yang terjadi. Bupati tidak merestui ketua terpilih dari mekanisme organisasi KNPI sendiri.
Sehingga munculnya dualisme kepemimpinan KNPI untuk saat ini. Ini memunculkan polemik dan kebingungan terhadap publik. Tentu pihak yang tersakiti akan melakukan cara-cara mereka juga untuk polemik ini makin meruncing.

Bisa-bisa akan ada persoalan yang tidak sehat muncul kedepan. Ini akan hanya membuat Aceh Selatan dikelilingi lingkaran setan persetuan, kubu-kubu yang berseberangan. Sehingga hanya akan memporak porandakan Aceh Selatan dalam isu kedarahan yang makin rumit dan tak berujung, yang seharusnya tidak perlu terjadi.
Masa depan Aceh Selatan kedepan makin buram, oleh isu kedaerah makin dipertajam. pembangunan berkeadilan hanya mimpin di siang bolong. Pembangunan hanya untuk orang selingkaran saja. Lebih banyak seremonial daripada subtansi. Tim pembisik menyampaikan kabar burung langsung dipercaya tampa verifikasi.

Sungguhpun jika benar demikian, apa beda Bupati hari ini dengan Bupati terdahulu yang memang dikecam dan dianggap gagal dalam membawa perubahan baik di Aceh Selatan. Jika pola-pola yang dilakukan sama saja seperti yang lalu. Dulu, isu kedaerahan tidak terasa, ini sekarang makin diperuncing hanya untuk mendapat dukungan suara. Ini namanya hanya mengecoh rakyat saja untuk memakan bualan dibalik sebuah kepentingan lain.

Tidak salah kiranya, ada yang menaruh rasa kecewa dengan pola kepemimpinan di Aceh Selatan seperti sekarang ini. Hanya keledai yang jatuh ke lubang sama, beberapa orang mengatakan kepemimpinan Aceh Selatan kali ini sama seperti sebelumnya, bahkan lebih buruk. Bahwa Bupati Aceh Selatan itu bukan untuk awak blah deh gunong saja, tetapi untuk keseluruhan Aceh Selatan.

Dalam dua tahun kedepan sisa jabatan yang masih dijalani, sebenarnya masih ada harapan agar Bupati sekarang dapat merubah kebijakannya menjadi lebih terkonsep dan terencana dan memenuhi unsur-unsur pemerataan sesuai dengan potensi kewilayahan.
Dalam peridoe lima tahun inipun kita tidak tahu pondasi apa ingin diletakkan oleh bupati pada periode ini. Yang hanya ada master plan Tapaktuan saja. Emang Aceh Selatan itu Tapaktuan saja?.  Jika berbicara konsep, konsep di Bappeda, jarang orang mengatakan tidak bagus. Tetapi dalam penekanan dalam hal ini bagaimana ini dalam pelaksanaannya berjalan sesuai dan semestinya. Tidak terkotak-kotak atas unsur kewilayahan.

Kritik yang muncul di permukaan harus disikapi baik sesuai porsinya, kritik itu muncul karena adanya keinginan Aceh Selatan menjadi lebih baik dan bersatu.  Seharunya itu menjadi referensi bagi pemerintah daerah dalam menyikapi aspirasi yang berkembang.
Karena Pemerintahan tampa dukungan real masyarakat adalah ‘nihil’. Jangan hanya dengar dari para pembisik dan penjilat, sesekali lakukan verifikasi lapangan yang benar, terutama dalam soal mutasi pejabat dan pns golongan rendah di lapangan.

Terakhir, sudahlah jangan seperti yang sudah-sudah dari pemimpin terdahulu. Jika berani melakukan karya yang baik, maka respon masyarakat umum juga akan lebih baik. Dalam rentang sisa kepemimpinan kali ini, jangan sampai ada kesan “Bupati sekarang sama saja seperti Bupati-Bupati Sebelumnya”. Semoga Aceh Selatan tidak terus menjadi Aceh Ketelatan. [NS]


Sumber: https://nagaselatanblog.wordpress.com/2016/03/15/bupati-dulu-dan-sekarang-sama-saja/

No comments:
Write komentar