Thursday, March 3, 2016

Ulama Kharismatik Aceh: Kisah Tgk. H. Abdul Aziz Bin Shaleh (Abon MUDI Samalanga)


Siapa yang tak kenal dengan syaikh abdul Aziz samalanga, yang merupakan salah satu murid kesayangan Syaikh Muda Waly al-Khalidy. Ditangan beliaulah dayah (pesantren) Mudi Mesjid Raya samalanga sedikit demi sedikit berkembang, sehingga mencapai masa keemasannya ditangan syaikh Hasanoel Bashry Hg sekarang. Dalam postingan kita akan menelusuri lebih jauh tentang biografi syaikh Abdul Aziz (Abon Samalanga) dengan lebih detail.


Tgk. H. Abdul Aziz Bin M. Shaleh.

Almarhum Tgk Abdul Aziz Bin M Shaleh (Abon Samalanga), merupakan tokoh yang cukup berpengaruh bagi masyarakat Aceh. Salah satu perannya adalah sebagai pimpinan Dayah Ma’hadal Ulum Diniyah Islamiyah Mesjid Raya (MUDI Mesjid Raya) Samalanga, kabupaten Bireuen, sehingga mencapai kemajuan yang amat pesat.

Pimpinan MUDI Mesjid Raya yang baru mengembangkan pendidikan dayah menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) tanpa meninggalkan pola asal pendidikan dayah yang kini memiliki santri sekitar 3.000-an.

 
Abon Aziz Samalanga


Majunya LPI MUDI Mesjid Raya Samalanga tidak terlepas dari peran kepemimpinan Tgk. H. Abdul Aziz Bin M. Shaleh. Beliau adalah salah seorang ulama kharismatik Aceh yang sering disapa dengan sebutan Abon Samalanga atau lebih dikenal dengan panggilan Abon ‘Aziz Samalanga atau Abon Mesjid Raya Samalanga. Beliau lahir di desa kandang kecamatan Samalanga Kabupaten Aceh Utara (Kini-Kabupaten Bireuen) pada bulan ramadhan tahun 1351 H/1930 M.

Abon diasuh dan dibesarkan di Jeunieb bersama kedua orang tuanya, ayahandanya pernah menjabat kepala kantor Agama (KUA) Jeuniub dan juga merupakan salah seorang pendiri Dayah ‘Atiq Jeuniub, sehingga Abon dari masa kecilnya sudah mulai belajar ilmu pendidikan agama di dayah tersebut dan Abon pada waktu itu tinggal di Jeunieb.

Ketika usia Abon telah matang, Abon menikahi seorang gadis di desa Mideun Jok Samalanga yang merupakan putri dari gurunya sendiri yaitu pimpinan Lembaga Pendidikan Islam (LPI) Ma’hadal Ulum Diniyah Islamiyah Mesjid Raya (MUDI Mesjid Raya) Samalanga pada waktu itu sehingga Abon dikaruniai 4 orang anak :
Putra putri Syaikh Abdul Aziz bin Shaleh (Abon Samalanga)

  1.  Alm. Hj. Suaibah 
  2. Hj Shalihah 
  3. Tgk H Thaillah 
  4. Hj Masyitah.

Abon mulai belajar pada pendidikan formal pada tahun 1937 di sebuah sekolah Rakyat (SR) dan menamatkan pendidikan dasarnya pada tahun 1944. Dari tahun 1944 beliau belajar pada orang tuanya selama 2 tahun, kemudian pada tahun 1946 beliau pindah belajar ke dayah LPI MUDI Mesjid Raya Samalanga yang pada waktu itu dipimpin oleh Tgk Haji Hanafiah (Tengku Abi) lebih kurang selama 2 tahun.

Pada tahun 1948 Abon melanjutkan pendidikannya ke dayah yang dipimpin oleh Teungku Ben (Teungku Tanjongan) di Matangkuli Kabupaten Aceh Utara. Di dayah ini Abon belajar pada tengku Idris Tanjongan sampai dengan tahun 1949 dan pada tahun tersebut beliau kembali ke dayah LPI MUDI Mesjid Raya Samalanga untuk mengabdikan diri menjadi guru di dayah tersebut.

Setelah abon mengabdi menjadi guru, beberapa tahun kemudian, tepatnya 1951 Abon melanjutkan pendidikannya ke Dayah Darussalam Labuhan Haji Kabupaten Aceh Selatan yang dipimpin oleh Alm. Teungku Syeikh Muhammad Wali Al-Khalidi yang lebih di kenal dengan panggilan Abuya Mudawali.

Abon Samalanga belajar di Dayah Darusalam lebih kurang selama tujuh tahun, dan pada pada tahun 1958 Abon kembali lagi ke Dayah LPI MUDI Mesjid Raya Samalanga untuk mengembangkan ilmunya. Pada tahun tersebut pimpinan Dayah LPI MUDI Mesjid Raya Samalanga meninggal dunia, sehingga Abon diangkat menjadi pimpinan Dayah tersebut.

Abon Aziz Samalanga memulai karirnya sebagai pimpinan dayah mulai dari tahun 1958 sampai dengan tahun 1989. Semenjak dayah LPI MUDI Mesjid Raya berada dibawah pimpinannya, banyak perubahan terjadi didalamnya, terutama menyangkut tentang kurikulum pendidikan yang semula tidak terlalu fokus pada ilmu-ilmu alat (bantu) ilmu manthiq, ushul, bayan, ma’ani dan lain-lain.

Santri Dayah Mudi Mesra

Akan tetapi kurikulum pendidikan yang lebih menonjol pada masa kepemimpinannya adalah dalam bidang ilmu manthiq sehingga Abon di gelar dengan Al-manthiqi.

Abon sangat disiplin dan punya semangat yang luar biasa dalam mengajar, sehingga kadang-kadang dalam keadaan sakit beliau merasa sehat untuk mengajar, dan selalu mengamanahkan kepada murid-muridnya untuk belajar-mengajar (beut-seumubeut). Dalam pengajarannya, Abon sangat membenci faham wahabiyah sehingga beliau tidak pernah bosan dalam mengurai kesesatan faham tersebut.
Kemajuan MUDI Mesjid Raya
Kemajuan MUDI Mesjid Raya - Pada masa kepemimpinan Abon, kemajuan dayah MUDI Mesra semakin meningkat pesat, jumlah santri dari ratusan menjadi ribuan, bangunan fisik dayah pun juga berkembang sesuai dengan perkembangan zaman yang terus maju. Selain dari aktifitas Abon di dayah, Abon juga membuka pengajian mingguan di Jeunieb (lebih dikenal dengan Balee Hameh) setiap seminggu sekali.

Di samping aktivitas dakwah melalui majelis pengajian, Abon juga ikut pembangunan fisik, seperti membangun jalan ke kebun di Desa Gle Mendong Samalanga dan menggarap sawah yang telah terlantar bertahun-tahun bersama-sama dengan murid-muridnya serta membantu masyarakat sekitar. Semuanya, ia lakukan untuk hidupnya perekonomian masyarakat.

Abon juga pernah memberi dukungan kepada partai politik, yaitu partai PERTI, Abon memilih partai tersebut karena di latar belakangi atas faham ahlussunnah waljama’ah.

Ada satu pesan yang sangat sering diamanahkan kepada murid-muridnya yaitu belajar-mengajar (beut-seumubeut) dimana pun berada dan dalam kondisi bagaimana pun ketika telah pulang dari dayah nantinya, walaupun dengan sebuah balai di depan rumahnya. Pesan tersebut telah menjiwai dalam pemikiran murid-murid beliau, sehingga sekarang ini dapat terlihat dengan banyaknya dayah dan balai pengajian yang dipimpin oleh alumni Pesantren LPI MUDI Mesjid Raya.


Karamah-Karamah Abon

 

Rasulullah pernah mengingatkan akan firasat seorang mukmin.





اتقوا فراسة المؤمن فإنه ينظر بنور الله


Artinya; Takutlah kamu kepada firasat orang mukmin, karena ia melihat dengan nur Allah (H.R. Turmizi) 

Di antara kisah-kisah tersebut adalah: 









  1. Pada suatu hari datang dua santri baru di Dayah Mudi. Pada saat menghadap Abon, salah satu dari santri baru tersebut dipandang oleh Abon dengan cukup lama, setelah ke dua santri tersebut keluar, ketika di tanyakan hal tersebut, Abon menjawab “esok hari ia akan pergi meninggalkan dayah”. Sedangkan yang seorang lagi akan bertahan di dayah selama beberapa saat. Esok harinya hal ini terbukti, santri yang dipandang oleh Abon tersebut langsung hengkang dari dayah, sedangkan yang satu lagi tetap bertahan sampai beberapa tahun.
  2. Abon pernah ditanyakan oleh salah satu murid mengapa Abon tidak membentuk ikatan alumni sebagaimana dilakukan oleh Abu Tepin Raya pada Dayah beliau, Darus Sa`adah. Abon menjawab: itu tidak perlu saya pikirkan, suatu saat akan dipikirkan oleh mereka sendiri. Hal ini tersebukti, saat ini alumni Mudi telah memiliki satu ikatan organisasi yang tergabung dalam Yayasan al-Aziziyah.
  3. Salah satu murid Abon Abu Manan Alue Lhoek mengeluh kepada Abon tentang anaknya yang paling tua yang memiliki kekurangan mental, bahwa anaknya ini susah untuk diajarkan ilmu agama. Abon mengatakan supaya beliau jangan bersedih karena kelak anak beliau tersebutlah yang akan menjadi tulang punggung keluarga beliau dalam hal nafkah. Hal ini terbukti setelah Abu Manan meninggal dunia sebagaimana yang Abon katakan.
  4. Pada awal-awal Abu Daud Lhok Nibong mendirikan dayah dan belum di datangi para santri sampai beberapa tahun, Abon telah berpesan bahwa Dayah Abu Daud akan maju dan beliau akan kewalahan menyediakan kamar penginapan untuk santri. Saat mendengar perkataan Abon tersebut, Abu Daud Lhok Nibong sempat merasa heran, bagaimana mungkin dayah beliau bisa berkembang seperti itu, padahal sudah beberapa tahun beliau mendirikan dayah, namun belum ada santri yang datang untuk belajar. Namun sekarang perkataan Abon tersebut terbukti kebenarannya. Dayah Daru Huda, Lhok Nibong menjadi dayah salah satu dayah favorit di Aceh yang jumlah santrinya berada pada urutan nomor dua setelah Dayah induknya, MUDI Mesjid Raya.
  5. Pada suatu ketika ada seorang santri Aceh yang baru pulang dari Arab Saudi, ia melakukan silaturrahmi ke beberapa ulama besar Aceh, dan mendapat sambutan hangat dari beberapa ulama di kunjungi, hingga akhirnya sampai ke rumah Abon. Dalam bincang-bincangnya dengan Abon, santri tersebut mengatakan bahwa ia sengaja bergaul dengan kelompok wahabi untuk menarik mereka ke jalan yang benar. Mendengar hal itu Abon dengan segera membantahnya “Pu tapegah di gata! tajak kawee yee, nyan jaloe-jaloe ka lam babah yee hana tathe” (apa kamu katakan, kamu itu ingin memancing ikan hiu, kamu dan kapalmu sudah dalam mulut hiu tapi kamu tidak menyadarinya). Maksud dari ungkapan itu adalah Abon membantah dakwaannya bahwa ia berkawan dengan wahabi demi menarik wahabi ke jalan yang benar, Abon mengatakan bahwa perbuatannya tersebut akan berakibat ia sendiri terjatuh dalam aqidah wahabi tanpa disadarinya. Hal itu terbukti di kemudian hari. Pada saat itu, belum tampak geligat yang berbeda pada diri santri tersebut, ia masih bersikap layaknya lulusan dayah biasa yang menentang pemahaman kaum wahabi. Namun lama kelamaan, sikapnya mulai menampakkan perubahan. Ia mulai menyerang amaliyah yang di jalankan di dayah, seperti berdoa setelah shalat, tahlilan, mencium tangan ulama, qunut dan banyak hal-hal lain. Firasat Abon tersebut tidak meleset sedikitpun. Pada tahun 1995 saat pemerintah Aceh di bawah gubernur Syamsuddin Mahmud membawa para ulama-ulama Aceh keliling dunia, santri tersebut sekamar dengan Abu Mudi, dalam bincang-bincangnya, tanpa sadar ia buka kartu bahwa ia mendapat gaji sekian dari pemerintah Arab saudi untuk menyebarkan paham wahabi di Aceh. Sampai saat ini sikapnya semakin jauh masuk dalam aqidah wahabi, seperti yang Abon katakan.
  6. Abon juga sering memprediksikan keadaan para muridnya kedepan, misalnya ada murid beliau yang beliau katakan bahwa ia akan mengajar ke depan, dan bahkan melebihi murid beliau yang lain yang bahkan memiliki kemampuan lebih. Kenyataan di kemudian hari tidak meleset sedikit dari perkataan Abon.
  7. Abu Mudi menceritakan, Pada awalnya waled Nu (Tgk.Nuruz Zahri, pimpinan pesantren Nurul Aiman, Samalanga) hanya mendirikan panti asuhan bukan sebuah dayah. pada suatu ketika Abon mengatakan kepada bahwa nyak Nu (waled Nu) suatu saat akan mendirikan Dayah. Hal ini terbukti bahwa sekarang ini panti asuhan yang dikelola Waled Nu telah berkembang menjadi satu dayah yang besar yang terletak tidak jauh dari Dayah Mudi Mesra.
  8. Dan masih banyak lagi firasat-firasat almarhum Abon Abdul Aziz yang terbukti kenenarannya.


Akhirnya, Abon dipanggil kembali kehadharat-Nya pada tanggal 9 Jumadil Akhir 1409/17 Januari 1989 dengan tutup usia 58 tahun di Samalanga, dan jasad beliau dikebumikan di komplek putra dayah LPI MUDI Mesjid Raya Samalanga Kabupaten Bireuen.

Semoga Allah memberi pengampunan kepada beliau, menempatkan beliau dalam satu kebun daripada kebun syurga sesuai dengan amal baik yang telah beliau lakukan. Amiin !!






No comments:
Write komentar