BANDA ACEH | Wakil Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) Pusat, Kamaruddin Abubakar alias Abu Razak meminta Gubernur Aceh nonaktif, dr Zaini Abdullah--akrab disapa Abu Doto--untuk membuka secara jelas siapa saja yang menerima manfaat dari penggelontoran dana Rp 650 miliar yang disebut-sebut untuk eks kombatan GAM itu.
“Perlu diperjelas agar masyarakat tidak salah menafsirkan. Ini musim politik. Sampai hari ini Dokter (Zaini) tidak pernah kasih uang walaupun di mana-mana di atas podium dia bicara (telah memberi uang untuk eks kombatan Rp 650 miliar), tapi hari ini siapa yang menerima? Apa yang terima Abu Razak, apa yang terima Mualem, ataupun panglima-panglima wilayah?” katanya kepada Serambi, Rabu (25/1) saat dijumpai di kediamannya di Desa Lamgugob, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh, menanggapi berita `Kasus Rp 650 M Dilapor ke Kejati’.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, isu dana Rp 650 miliar yang pernah digelontarkan kepada eks kombatan GAM pada 2013 itu menggelinding setelah debat calon gubernur/wakil gubernur tahap II, Rabu (11/1). Keberadaan dana itu disoal oleh cagub nomor urut 2, Zakaria Saman (Apa Karya) kepada cagub nomor 4, dr Zaini Abdullah dalam sesi tanya jawab.
Diakui Abu Razak bahwa memang ada sebagian program yang diusulkan pihaknya diterima oleh kelompok masyarakat di seluruh Aceh, tapi bukan eks kombatan. Ia mengatakan sangat keberatan jika yang dituding sebagai penerima itu adalah eks kombatan saja, sebab pascadamai semua Tentara Negara Aceh (TNA) sudah kembali menjadi masyarakat biasa. “Kita hari ini komit perdamaian RI dengan GAM, jadi jangan bicara seenaknya saja,” ujarnya.
Abu Razak yang juga Wakil Ketua Partai Aceh ini mengungkapkan pada tahun 2013 pihaknya mengusulkan program yang bisa membangkitkan perekonomian masyarakat kepada Pemerintah Aceh melalui sebelas dinas. Tapi dana yang dicairkan saat itu hanya Rp 350 miliar dalam bentuk barang bukan uang. Sayangnya, beberapa program yang diberikan bermasalah sebelum digunakan seperti pengadaan boat 40 grosston (GT) pada Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh.
Selain itu, tidak ada pengawasan dari dinas juga menjadi penyebab gagalnya program tertentu. “Mungkin di mata masyarakat saat ini, kita kombatan ada menerima uang, itu tidak ada, sebab semua program di dinas dilakukan melalui tender dan itu terbuka untuk umum. Tapi yang saya tahu waktu itu yang dapat (proyek) itu memang orang-orang lingkaran Abu Doto yang memenangkan tender-tender besar. Saya tahu itu,” ungkap Abu Razak.
Terkait penerimaan uang tunai yang pernah diterima eks kombatan dari Pemerintah Indonesia, kata Abu Razak, hanya ketika tahun 2006 atau tahun pertama perdamaian antara RI-GAM.
Saat itu, pemerintah hanya mengakui 3.000 orang eks kombatan. Seorang kombatan mendapat Rp 25 juta per orang dari dana reintegrasi yang dikucurkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. “Yang kita terima saat itu Rp 75 miliar dalam bentuk cek yang dikasih oleh Pemerintah Republik Indonesia, tapi kalau masalah ini program yang kita masukkan justru ke dinas,” katanya.
Sementara pada tahun 2013, Abu Razak menambahkan, pihaknya mengajukan program kepada Pemerintah Aceh yang bersifat pemberdayaan, mulai dari penggadaan boat, bibit sawit, ternak, dan lainnya. Permintaan itu bukan saja untuk kepentingan eks kombatan tetapi juga untuk masyarakat luas yang membentuk kelompok-kelompok. Jika ada masalah, Abu Razak mengatakan, seharusnya Inspektorat yang memeriksa persoalaan itu.
Karena itu, ia meminta kepada Doto Zaini agar bertarung secara fair dalam perebutan kursi Aceh 1. Jangan menjual isu-isu yang tidak benar. “Kita sesalkan tudingan Abu Doto terhadap eks kombatan. Sepatutnya terbuka saja, panggil saja kombatan untuk duduk, kemana aliaran itu, tanyakan. Apalagi kepala dinas saat itu masih hidup sampai saat ini,” ujarnya.
Begitupun, dia juga meminta kepada pihak Kejati Aceh untuk mengusut tuntas kasus tersebut. Ia mengaku siap dipanggil oleh jaksa apabila dibutuhkan. Hal yang sama juga disampaikan Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) Bireuen, Tgk Darwis Jeunieb. “Kita meminta kasus itu diusut tuntas, karena Doto Zaini tidak pernah memberi uang kepada kita GAM. Doto harus mempertanggungjawabkan uang itu, jangan melempar ke orang lain,” katanya.
Seperti di Bireuen, sebutnya, pihaknya hanya meminta pengadaan boat melalui dinas, tetapi boat itu sampai sekarang tidak bisa dipakai karena tidak sesuai spek. Bahkan, ada boat yang hingga saat ini tidak ada jaring pukat. “Sedangkan pengadaan boat itu sudah ditender, sama siapa di tender tidak tahu kita. Kita tidak terima uang, melainkan boat yang kita terima, tapi botanya pun tidak sempurna,” ujarnya. [Serambi Indonesia]
No comments:
Write komentar