HABA ASA | Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Zainul Majdi meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak mengimpor beras dari negara-negara tetangga. Zainul mengungkapkan, selain pasokan beras di dalam negeri mencukupi, Bulog yang seharusnya bertugas menyerap produksi pangan belum menjalankan tugasnya maksimal.
“Kami berharap Bapak Presiden, kalau bisa tidak ada impor beras. NTB menghasilkan sekitar 1,3 juta ton beras per tahun,” kata Zainul saat berpidato pada puncak peringatan Hari Pers Nasional 2016 di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, Kabupaten Lombok Barat, NTB, Selasa (9/2).
Zainul mengatakan, setiap tahunnya Provinsi NTB menghasilkan 1,3 juta ton beras, di mana 700.000 ton dikonsumsi di dalam daerah dan sisanya menjadi movement nasional, yang diserap Bulog dan perdagangan antarpulau. “Problem-nya Bapak Presiden, ini saya sampaikan karena merupakan amanat dari masyarakat, bahwa Bulog sampai sekarang belum mampu menyerap secara maksimal hasil pertanian di NTB. Demikian juga hasil jagung kami,” kata dia.
Zainul juga mengeluhkan tingginya produktivitas jagung di NTB namun belum diakomodasikan dengan baik oleh Bulog. Disebutkan, pada tahun 2015 pertumbuhan produksi jagung di NTB adalah tertinggi di Indonesia.
Pada tahun 2015, produksi jagung mencapai 1,01 juta ton atau naik sekitar 26 persen dari tahun lalu. Dari total produksi, sekitar 150.000 ton diekspor langsung melalui pelabuhan di Pulau Sumbawa. “Oleh karena itu, ketika akhir-akhir ini kami mendengar bahwa ada rencana Bulog membeli jagung impor dari luar negeri dengan harga Rp 3.000 per kg, kami berpikir, kalau saja Rp 3.000 itu digunakan untuk membeli hasil jagung petani kami pada saat panen raya dulu, maka petani di NTB akan jauh lebih sejahtera,” kata dia.
Pada kesempatan itu, Zainul juga mengungkapkan belum terpenuhinya komitmen pemerintah pusat membeli jagung petani di NTB seharga Rp 2.500 per kg. “Saya sampaikan di sini di depan Bapak Presiden bahwa apa yang merupakan instruksi Bapak Presiden, sayangnya belum dapat dilaksanakan Bulog di NTB. Ini terpaksa saya sampaikan Bapak Presiden, karena memang masyarakat kami banyak mengeluhkan. Kalau bahasa lugasnya, banyak menjerit,” katanya.
Padahal, lanjutnya, petani di daerah itu, pada setiap kali memasuki masa panen mengeluhkan jatuhnya harga jagung. Bahkan, harga jagung pernah mencapai titik terendah yaitu Rp 1.600 per kg. “Tiba-tiba sekarang mau mengimpor dengan harga Rp 3.000 per kg, kalau saja Rp 3.000 itu sekali lagi untuk petani kita di dalam negeri, insya Allah semuanya akan sejahtera,” kata Zainul.
[rmol.co/beritasatu.com]
Arahkompas.com -
“Kami berharap Bapak Presiden, kalau bisa tidak ada impor beras. NTB menghasilkan sekitar 1,3 juta ton beras per tahun,” kata Zainul saat berpidato pada puncak peringatan Hari Pers Nasional 2016 di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, Kabupaten Lombok Barat, NTB, Selasa (9/2).
Zainul mengatakan, setiap tahunnya Provinsi NTB menghasilkan 1,3 juta ton beras, di mana 700.000 ton dikonsumsi di dalam daerah dan sisanya menjadi movement nasional, yang diserap Bulog dan perdagangan antarpulau. “Problem-nya Bapak Presiden, ini saya sampaikan karena merupakan amanat dari masyarakat, bahwa Bulog sampai sekarang belum mampu menyerap secara maksimal hasil pertanian di NTB. Demikian juga hasil jagung kami,” kata dia.
Zainul juga mengeluhkan tingginya produktivitas jagung di NTB namun belum diakomodasikan dengan baik oleh Bulog. Disebutkan, pada tahun 2015 pertumbuhan produksi jagung di NTB adalah tertinggi di Indonesia.
Pada tahun 2015, produksi jagung mencapai 1,01 juta ton atau naik sekitar 26 persen dari tahun lalu. Dari total produksi, sekitar 150.000 ton diekspor langsung melalui pelabuhan di Pulau Sumbawa. “Oleh karena itu, ketika akhir-akhir ini kami mendengar bahwa ada rencana Bulog membeli jagung impor dari luar negeri dengan harga Rp 3.000 per kg, kami berpikir, kalau saja Rp 3.000 itu digunakan untuk membeli hasil jagung petani kami pada saat panen raya dulu, maka petani di NTB akan jauh lebih sejahtera,” kata dia.
Pada kesempatan itu, Zainul juga mengungkapkan belum terpenuhinya komitmen pemerintah pusat membeli jagung petani di NTB seharga Rp 2.500 per kg. “Saya sampaikan di sini di depan Bapak Presiden bahwa apa yang merupakan instruksi Bapak Presiden, sayangnya belum dapat dilaksanakan Bulog di NTB. Ini terpaksa saya sampaikan Bapak Presiden, karena memang masyarakat kami banyak mengeluhkan. Kalau bahasa lugasnya, banyak menjerit,” katanya.
Padahal, lanjutnya, petani di daerah itu, pada setiap kali memasuki masa panen mengeluhkan jatuhnya harga jagung. Bahkan, harga jagung pernah mencapai titik terendah yaitu Rp 1.600 per kg. “Tiba-tiba sekarang mau mengimpor dengan harga Rp 3.000 per kg, kalau saja Rp 3.000 itu sekali lagi untuk petani kita di dalam negeri, insya Allah semuanya akan sejahtera,” kata Zainul.
[rmol.co/beritasatu.com]
Arahkompas.com -
No comments:
Write komentar