PANCA GELAR PROPINSI ACEH
Lima gelar yang kini
melekat bagi sebutan daerah Aceh, dapat penulis beri urutan sebagai
berikut. 1. Serambi Mekkah. 2. Tanah Rencong. 3. Daerah
Modal. 4. Bumi Iskandar Muda dan 5. Negeri Darah Pahlawan.
Dalam bahasa para penumpang
kapal tersebut; ACEH terdiri dari dua potong kata. “A”, artinya kakak.
“CEH” maksudnya “melahirkan anak”. ‘ACEH”, berarti kakak yang melahirkan anak.
Kalimat yang lengkap dalam bahasa mereka adalah Adou yang mume, A
nyang ceh (adik yang hamil, kakaknya yang melahirkan).
ACEH adalah
propinsi paling ujung di bahagian Barat dari negara kesatuan Republik
Indonesia. Dan yang benar-benar ujung sekali adalah Sabang, sehingga timbul
istilah: negara Indonesia terdiri dari pulau-pulau yang berjejeran dari Sabang
sampai Meroke. Allah SWT telah mentakdirkan, bahwa daerah ini punya nama yang
jumlahnya sama dengan jumlah sila dari ideologi negara kita; Pancasila, yaitu
lima buah nama. Karenannya dapat kita sebutkan dengan istilah panca gelar
daerah Aceh. Julukan yang melekat yang mendampingi sebutan Aceh ini, bukanlah
diperoleh dengan percuma saja, tetapi merupakan hasil dari proses sejarah sejak
nama Aceh ditetapkan sebagai nama dari daerah ini. Patut penulis jelaskan,
bahwa daerah paling ujung dari kepulauan Indonesia ini pada zaman dahulu kala
memiliki nama yang lain dari saat sekarang. Masa itu sebutan Aceh belum
dikenal. Selain disebut dengan negeri Poli, yang paling terkenal adalah Pulo
Ruja. Artinya daerah yang berasal dari kain, pulo artinya pulau.
Sedangkan
“Ruja” artinya kain, demikian menurut tambo sejarah. Menurut tambo sejarah;
asal-usul dari nama tersebut adalah sebagai akibat usaha penyelamatan sebuah
kapal yang sedang karam. Sebenarnya tujuan dari perjalanan kapal itu adalah
hendak membawa barang dagangannya ke negeri Cina. Ditengah lautan, ia kandas
dan hampir saja tenggelam, semua penumpang termasuk lahuda (nakhoda) sudah
begitu gelisah melihat bahaya yang mengancam mereka. Sambil menunggu maut tiba
mereka memuji Tuhan serta meminta pertolongan dari-Nya. Kebetulan juga di dalam
kapal itu terdapat seorang ulama, yang keadaannya tenang-tenang saja.
Dia tidak
merasa gelisah sedikitpun dengan bahaya maut tersebut. Tiba-tiba sang ulama
tersebut melemparkan serbannya ke dalam laut. Serta merta dalam tempo sekejab
mata, laut yang bergolak itu menjadi tenang. Dan besoknya seluruh permukaan laut
sepanjang mata memandang dari sekitar kapal itu menjadi daratan. Lama kelamaan
daratan tersebut semakin lebar. Ia terjadi dari serban seorang ulama, yang
telah dikehendaki oleh Allah SWT. Demikian penuturan orang-orang tua di daerah
Aceh. Daratan yang semakin lebar itu berbentuk sebuah pulau (Sumatra?). karena
pulau ini berasal dari kain, maka orang pun memberi nama dengan sebutan Pulau
Ruja.
Sebutan “Aceh” adalah
merupakan perkembangan yang terakhir dari Pulau Ruja. Hal ini juga terjadi dari
peristiwa yang aneh. Terhadap versi sebutan “Aceh” ini ada dua sumber
berita yang menjelaskannya.
Versi pertama mengatakan,
bahwa nama Aceh terjadi atau berasal dari peristiwa dua orang perempuan kakak
beradik. Suatu masa adik dari seorang wanita hamil. Begitu kenyataan dari
perutnya yang semakin membuncit besar. Mereka beserta sejumlah orang lain
sedang berada dalam kapal yang berlayar di lautan. Sedang si kakak biasa saja
kelihatannya. Dia tidak menunjukkan gejala apapun di tubuhnya. Secara tak
diduga siapapun, sang kakak yang kelihatannya normal saja, pada suatu hari ia
melahirkan seorang bayi laki-laki. Anak yang lahir itu berada dalam keadaan
sehat dan tidak kurang suatu apapun. Sedang adiknya, yang sudah sembilan bulan
nampak hamil, hingga sampai saat sepatutnya ia harus melahirkan, ternyata tidak
berlangsung. Beberapa bulan kemudian barulah ia melahirkan seorang putri.
Dari
peristiwa yang aneh inilah, timbulnya istilah “Aceh”. Karena pada saat sang
kakak melahirkan putranya, kapal yang sedang ia tumpangi sedang berada di
sebuah pelabuhan, dari suatu daratan (daerah), yang tidak mereka ketahui
namanya. Oleh penumpang-penumpang kapal itulah, kemudian memberi nama daerah
yang baru ditemui mereka dengan sebutan “Aceh”. Nama itu mereka ambil dari
peristiwa aneh yang telah terjadi di dalam kapal yang mereka tumpangi, yaitu
kejadian di mana sang adik yang hamil pada akhirnya kakaknyalah yang
melahirkan.
Dalam bahasa para penumpang
kapal tersebut; ACEH terdiri dari dua potong kata. “A”, artinya kakak.
“CEH” maksudnya “melahirkan anak”. ‘ACEH”, berarti kakak yang melahirkan anak.
Kalimat yang lengkap dalam bahasa mereka adalah Adou yang mume, A
nyang ceh (adik yang hamil, kakaknya yang melahirkan).
Para penumpang itu akhirnya
menetap di daratan, yang telah mereka namakan dengan nama ACEH. Merekalah
penduduk gelombang pertama yang menetap di Aceh, demikian menurut tambo
sejarah. Peristiwa aneh dikapal itu, telah lama pula menjadi perbincangan ahli
sejarah untuk menyelidiknya. Pada dasarnya pemberian nama daerah dari suatu insindental
kecil seperti ini, bukanlah masalah baru. Lihat saja dengan peristiwa Columbus
menemui benua Amerika. Mereka menamakan Amerika untuk daratan yang baru
diketemukan itu adalah karena salah seorang dari penumpang didalam kapalnya
bernama Amerigo. Perkataan Amerigo pada akhirnya berubah menjadi Amerika hingga
dewasa ini.
Versi lain menceritakan, bahwa
nama Aceh di peroleh, akibat ada sejumlah bangsa menetap di daerah ini. Kita
masih ingat, bahwa daerah Aceh sangat maju dalam bidang perdagangan dimasa
lalu. Hingga bermacam bangsa tinggal di sana untuk berdagang. Untuk menulis
namanya menurut ejaan yang belum disempurnakan adalah “ATJEH”. Dan nama ini
bertitik tolak dari bangsa-bangsa yang telah membaur satu sama lain. Mereka
sudah menjadi satu akibat kawin campuran. Perkataan “ATJEH” dapat dipisahkan
menurut hurufnya menjadi lima bagian. Satu bagian menunjukkan asal keturunan
dari satu bangsa. “A”, berasal dari perkataan Arab. Jadi orang Aceh ada
campuran dari bangsa Arab, begitu pula dengan bagian lainnya. “T”, berasal dari
perkataan TJINA. “J” adalah bangsa Jepang. “E”, berasal dari perkataan EROPAH.
“H”, yaitu bangsa Hindustan, jadi orang-orang ATJEH sekarang berasal dari
campuran bangsa- bangsa tersebut di atas, yaitu: bangsa Arab, Tjina, Jepang,
bangsa-bangsa Eropah, dan bangsa Hindustan (India-Pakistan).
Untuk menguatkan dalilnya
mereka yang berpendirian pada versi campuran bangsa, mengatakan begitu lihat
saja saja keadaan physik dari orang Aceh. Ada yang berkulit putih- putih,
kuning, hitam, sawo matang, kuning langsat. Warna kulit itu menunjukkan dari
bangsa apa mereka dulu berasal. Begitu pula dengan bentuk hidung mereka. Ada
yang berhidung pesek, mancung (hidong daruet minyeuk), hidung sederhana dan
lain-lain. Kalau ia sekarang berhidung mancung misalnya, berarti ia berasal
dari keturunan Arab, begitulah seterusnya. Namun demikian belum terbentuk
panitia khusus yang menyelidiki kebenaran adagium itu. Memang orang Aceh
kurang menaruh perhatian pada sejarah mereka sendiri. Dibandingkan antara orang
orang Barat khususnya bangsa Belanda yang mengetahui seluk beluk sejarah Aceh
dengan putra Aceh sendiri, maka dari kalangan putra Aceh dapat kita hitung
dengan jari yang mengetahui perjalanan sejarah daerahnya. Keadaan begini,
sungguh sangat kita sayangkan!.
PANCA GELAR
Lima gelar yang kini
melekat bagi sebutan daerah Aceh, dapat penulis beri urutan sebagai
berikut. 1. Serambi Mekkah. 2. Tanah Rencong. 3. Daerah
Modal. 4. Bumi Iskandar Muda dan 5. Negeri Darah Pahlawan.
1. Serambi Mekkah
Martabat SERAMBI MEKKAH melekat
sebagai nama pengganti bagi daerah Aceh mulai melekat, sejak Agama
Islam menjadi anutan rakyat dan menjadi agama kerajaan di daerah
ini. Sebagaimana kita ketahui, bahwa agama Islam diturunkan Allah
di tanah Arab. Menurut ilmu Tauhid, yang disebut dengan agama Islam
itu, bukan hanya yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW saja. Tetapi
termasuk juga kedalam agama Islam adalah agama-agama pada nabi-nabi
Allah yang mendahului Nabi Muhammad SAW. Agama Nabi Ibrahim disebut juga agama
Islam dengan Kitabnya hanya beberapa shuhuf yang diturunkan Allah.
Agama Nabi Musa dengan Kitab Tauratnya juga Islam, Zabur sebagai Kitab di zaman
Nabi Daud disebut juga agama Islam. Nabi Isa dengan Kitabnya Injil termasuk
juga agama islam, bahkan sejak masa endatu manusia, yaitu Nabi Adam a.s,
agama Islam telah diberlakukan.
Agama Islam yang
diturunkan kepada Muhammad SAW adalah penyempurnaan dari agama
Islam sebelumnya. Nabi Muhammad dilahirkan di kota Mekkah sehingga
dapat dikatakan, bahwa pusat sentral dari agama Muhammad SAW ini adalah di kota
suci Mekkah (Makkatul Mukarramah). Menurut keputusan beberapa seminar tentang
masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia,
mengatakan/berkesimpulan bahwa, agama Islam yang dianut oleh 90 %
rakyat Indonesia sekarang ini, buat pertama sekali dianut oleh masyarakat
daerah Perlak Aceh Utara. Demikian keputusan seminar tersebut, baik yang
diadakan di Medan (1963), di Banda Aceh (1978), maupun di Perlak tanggal 25 –
30 September 1980.
Ketiga seminar tentang
masuknya Islam di Indonesia sependapat bahwa agama
Islam masuk ke Indonesia (Aceh) pada abad pertama hijriah dan
langsung dari Tanah Arab (Mekkah). Setelah sekian lama berkembang di Perlak
(Aceh), barulah agama Islam itu tersebar ke seluruh kepulauan
nusantara. Karena Islam itu secara langsung datang dari Tanah Suci
Mekkah dan juga karena Acehlah yang merupakan daerah pertama yang didatangi
Islam, maka disebutlah Aceh dengan julukan daerah Serambi Mekkah. Dalam bahasa
Aceh; Serambi Mekkah disebut Seuramoe Mekkah. Hal ini berpedoman pada bentuk
rumah Aceh (Rumoh Aceh) yang bertiang tinggi itu. Bagian lantai dari Rumoh Aceh
tidak datar/sejajar keseluruhan rumah. Keadaannya bertingkat-tingkat. Rumoh
Aceh memiliki dua buah seramoe (serambi), sebuah seuramoe inong (kamar isteri),
dan sebuah ruang tiphiek (ruang dapur).
Keadaan tingkatnya sbb: sejak dari
seuramoe leun (serambi depan) yang diselangi oleh rumoh inong dan rambat yang
lebih tinggi, baru menurun lagi ke seuramoe inong (serambi perempuan) dan yang
paling rendah adalah rumah dapur (tiphiek). Jadi pusat sentral dari rumoh Aceh
adalah rumoh inong, baru kemudian diikuti oleh dua buah seramoe
dibahagian muka dan belakang, terus menurun ke tiphiek, maka agama
Islam yang berpusat di Mekkah ditamsilkan ia berada di rumoh inong.
Karena untuk pertama kali ia masuk ke Aceh (untuk Indonesia), yang langsung
dari Arab/Mekkah, maka diibaratkan ia turun ke seuramoe (serambi).
Maka
melekatlah julukan negeri SERAMBI MEKKAH bagi sebutan Provinsi
Daerah Istimewa Aceh. Menurut catatan sejarah, bahwa pelaksanaan agama
Islam masa dahulu di Aceh sangat murni. Rakyat dan kerajaan Aceh
mengamalkan secara murni dan konsekuen. Persis seperti pengamalan agama
Islam di kota Mekkah, begitulah keadaan Serambi Mekkah di masa itu.
Dan kalau umat Islam yang tersebar di seluruh kepulauan nusantara
hendak melaksanakan ibadah haji ke Tanah Suci Mekkah, mereka terlebih dahulu
harus singgah di pelabuhan-pelabuhan yang terdapat di Aceh, karena Aceh pada
masa itu merupakan pintu gerbang untuk berlayar ke Mekkah. Satu lagi
peranan penting yang diperankan oleh daerah Aceh sebagai negeri Serambi Mekkah.
2. Tanah Rencong
Mengenai sebutan Tanah Rencong
dapat penulis jelaskan, bahwa julukan ini berasal dari sejenis senjata yang
khusus hak ciptanya dipunyai rakyat daerah Aceh. Kalau di daerah Jawa dan
Malaysia terkenal dengan alat senjata keris; sebagai yang paling terkenal
seperti keris pusaka Empu Gandring, maka di daerah Aceh terkenal dengan
Rencongnya. Pada masa dahulu, rencong merupakan alat kebesaran bagi rakyat dan
orang patut-patut (ureueng ukok-ukok). Senjata rencong ini bentuknya
melengkung. Bentuk tersebut mengikuti bentuk tulisan Arab terhadap kalimat suci
dalam agama islam, yaitu BISMILLAAHIRRAHMANIRRAHIM.
Seni
kebudayaan Islam terpateri pada bentuknya. Itulah suatu tanda, bahwa Islam
telah masuk sampai ke dalam tulang sumsum bagi masyarakat Aceh. Segala hasil
karya tangan dan lainnya, semuanya menurut seni kebudayaan Islam. Bentuk
dari hulu/gagang (uleei rencong) tidak sama. Ada yang panjang mencuat(Rencong
meucugek) dan ada pula yang tipis bulat gagangnya yang biasanya terbuat dari
tanduk kerbau dan gading gajah terutama masa akhir-akhir ini tidak menentukan
besar atau kecil – khasiat dari rencong itu. Menurut para ahli yang biasa menempa
Rencong, bahwa tuah dari senjata itu sangat ditentukan oleh besi yang setelah
ditempa menjadi Rencong. Sebagai perhiasan raja-raja, hulunya dibuat dari emas
murni. Sedangkan bagi orang kaya dan hulubalang (uleei balang) dan
panglima-panglima hanya disaluti emas, suasa ataupun perak saja. Rencong jarang
digunakansebagai senjata untuk membunuh, tetapi lebih banyak
digunakan sebagai alat perhiasan. Tetapi tidak jarang pula serdadu Belanda mati
terkapar setelah dadanya ditembusi Rencong Aceh.
Dimasa akhir- akhir ini
sudah sangat jarang utoih beusou (pandai besi) yang dapat menempa rencong Aceh.
Di zaman kemerdekaan sekarang, banyak pejabat negara yang datang dari Jakarta,
atau luar negeri yang mendapat Rencong Aceh sebagai hadiah pemerintah daerah
ini sebagai kenang-kenangan atau bungong jaroe dari Tanoh Rencong. Banyak jenis
rencong di Aceh, antara lain: Rencong Meucunggak (gagangnya panjang), Mencong
Meutampoek (rencong yang hulunya di saluti, baik dengan emas, perak, suasa),
Rencong Uleei Gadeng (berhulu gading) Rencong Ulee Lungke (hulu tanduk) dan
Rencong Beusou Jeut (rencong besi jadi). JENIS sarungnya banyak
juga.
3. Daerah
modal
Gelaran Daerah Modal melekat
pada Daerah Istimewa Aceh baru timbul sejak kemerdekaan Indonesia. Sebagaimana
kita ketahui, bahwa setelah negara Indonesia diproklamirkan oleh
Soekarno-Hatta, pihak Belanda masih cuba berusaha untuk kembali menjajah
kita. Dua kali agressi dilakukan Belanda untuk mencapai maksudnya itu, namun
tidak berhasil.
Kenapa
Belanda tidak berhasil?. Karena seluruh bangsa Indonesia bersatu padu untuk
membela Tanah Air, tidak ketinggalan pula putra-putri Aceh berjuang
bersama. Dalam suatu agressi, pihak Belanda hampir saja mencapai niatnya.
Presiden Soekarno, Wakil Presiden Muhammad Hatta, H. Agus salim dan sejumlah
Menteri Kabinetnya telah ditawan Belanda . Ada yang ditahan di Prapat ( Sumut)
dan di pulau Bangka. Pemerintahan Indonesia pada masa itu dikendalikan dari
Sumatera dibawah pimpinan MR. Syarifuddin Prawiranegara sebagai PM Pemerintah
Darurat Republik Indonesia (PDRI). Setelah menangkap Kepala Negara, pihak
Belanda beranggapan, bahwa usaha mereka telah sukses. Anggapan itu meleset
100%. Mereka lupa, bahwa walaupun Presiden tiada, rakyat Indonesia masih
berjuang sampai gugur semuanya. Semua daerah telah dikuasai, baik daratan
maupun lautan. Hanya tinggal daerah Aceh yang tak sanggup ditembusi Belanda .
Rakyat Aceh bahu-membahu berjuang di Medan Area (perbatasan Sumatera Utara).
Sampai dengan peristiwa KMB, pihak Belanda masih tak sanggup mematahkan pertahanan
diperbatasan Aceh.
Hal ini berarti, setelah Belanda meninggalkan Aceh pada
tahun 1942, mereka tidak pernah menginjak kakinya lagi ke daerah Aceh. Karena
perjuangan yang gigih itu, yang akhirnya membawa kemenangan bagi negara kita;
Presiden Soekarno memberi gelar Daerah Aceh dengan julukan Aceh Daerah Modal. Sejak dijuluki Presiden pertama
Indonesia itulah sampai sekarang, daerah Aceh masih tetap disebut sebagai
Daerah Modal. Dalam suatu pidato ketika berkunjung di kota Meulaboh ibukota
dari Aceh Barat, tanggal 4 September 1949, Presiden Soekarno menegaskan bahwa:
“Daerah Aceh adalah DAERAH MODAL, dan akan tetap menjadi DAERAH MODAL,
bukan saja modal yang berupa emas, bukan saja modal yang berupa uang, tetapi
yang terutama sekali modal yang berupa jiwa yang
berkobar-kobar.
Rakyat
Aceh jiwanya memang jiwa yang bernyala-nyala dan berapi-rapi. Dan modal jiwa
yang bernyala-nyala dan berapi-api itulah modal yang pertama untuk merebut
kemerdekaan, menegakkan kemerdekaan, memelihara kemerdekaan sampai akhir zaman,
sesuai dengan sumpah kita, “sekali merdeka tetap merdeka”. Itulah asal usul sebutan
Daerah Modal untuk daerah Aceh.
4. Bumi Iskandar Muda
Aceh disebut juga Bumi
Iskandar Muda. Hal ini sehubungan dengan kejayaan yang dicapai Aceh dimasa
pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1606-1636). Ia memerintahkan selama tiga
puluh tahun. Dimasa itu kerajaan Aceh sangat luas meliputi Aceh, Langkat, Deli,
Tanjung Balai, Riau, Perak, Pahang, Johor, Kedah yang semua daerah itu di semenanjung
Melayu juga bahagian dari Aceh. Angkatan perang Aceh dapat mengusir angkatan
perang Portugis di Malaka hingga mereka terpaksa lari ke Goa (India).
Kemakmuran rakyat di masa itu cukup merata. Sampai dewasa ini masih hidup
sebuah syair Aceh yang mengisahkan kebesaran dan keagungan masa pemerintahan
Sultan Iskandar Muda di Aceh. Syair tersebut berbunyi:
Naggroe Aceh nyoe seuramoe
Mekkah
Naggroe mutuah pusaka kaya
Nanggroe meusyuhu hase le
leupah
Lawet perintah Iskandar Muda
Terjemahan bebas:
Negeri Aceh ini Serambi Mekkah
Negeri bertuah mempusakai kaya
Negeri masyhur (tersohor)
hasilnya melimpah
Masa pemerintah Sultan
Iskandar Muda
5. Negeri Darah Pahlawan
Dan terakhir sekali Aceh
disebut sebagai Negeri Darah Pahlawan. Hal ini juga sebagai proses sejarah yang
terjadi di masa perjuangan menentang agressi Belanda ke Aceh. Pertempuran
terus-menerus terjadi selama puluhan tahun. Karena itu Bung Karno ketika
berpidato di Koetaradja (Banda Aceh), 15 Juni 1948 berkata: “saya mengetahui
bahwa rakyat Aceh adalah pahlawan. Rakyat Aceh adalah contoh perjuangan
kemerdekaan seluruh rakyat Indonesia. Seluruh rakyat Indonesia mengetahui hal
ini, seluruh rakyat Indonesia melihat ke Aceh, mencari kekuatan batin dari
Aceh, dan Aceh tetap menjadi obor perjuangan rakyat Indonesia”, demikian Bung
Karno.
Kalau Bung Karno mengatakan
dimasa 32 tahun lalu, bahwa “seluruh rakyat Indonesia melihat ke Aceh, mencari
kekuatan batin dari Aceh”, maka dewasa ini, seluruh rakyat Indonesia juga
melihat ke Aceh mengikuti perkembangan penyelenggaraan MTQ Nasional yang ke
XII, baik melalui RRI ataupun melalui TVRI. Dengan adanya saling kenal mengenal
sifat dan adat-istiadat dari berbagai suku bangsa di negara ini, persatuan
bangsa menjadi lebih kokoh. Semoga Allah akan melindungi kita semua dan MTQ
Nasional ke XII kita doakan semoga sukses tanpa rintangan. Insya
Allah/.
Sekian/.
Oleh : T. A. Sakti
Note : JIKA ARTIKEL INI
TERLALU PANJANG, PENULIS TIDAK KEBERATAN KALAU DIPOTONG SEBAGIANNYA ATAU MANA
YANG KURANG PENTING.
Catatan mutakhir: sedihnya,
gelar-gelar itu, menjadi bahan yang memudahkan orang Aceh “tertipu” pula!.
Pujian memang memabukkan!! Waspadalah!!!.
Bale Tambeh, Aleuhad/Ahad, 6
Sa-Usen 1432/12 Desember 2010 M
No comments:
Write komentar