7 Pejuang GAM Paling Ditakuti
Setelah deklarasi Aceh Merdeka oleh Teungku
Hasan di Tiro di Gunung Halimon, Pidie pada 4 Desember 1976,
kita cukup banyak mendengar cerita-cerita heroik pejuang Gerakan Aceh Merdeka.
Kita mendengar cerita keberanian, kebal peluru dan ilmu bisa menghilang.
Keahlian ini yang membuat mereka sangat ditakuti oleh TNI dan disegani oleh
masyarakat. Untuk mereka para pejuang GAM ini, masyarakat menyebutnya sebagai awak
ateuh atau orang dari gunung, yang menunjukkan para pejuang GAM ini
bergerilya di hutan-hutan Aceh. Ini beberapa pejuang yang namanya sempat
berkibar di Aceh dan sangat dicari oleh aparat keamanan.
Surya Darma alias Robert
Tahun 90-an, Surya Darma atau Robert sangat terkenal di Aceh. Dia pejuang GAM yang sangat ditakuti dan diburu oleh aparat keamanan saat itu. Foto-fotonya bersama para pejuang GAM lainnya begitu mudah kita temukan di pos kamling. Dia gencar beraksi pada 1989-1992 di kawasan Aceh Timur dan Aceh Utara.
Tapi, siapa sebenarnya Robert? Dia merupakan putra Minang asli, yang lahir
di Lampaseh, Banda Aceh, dengan nama Surya Darma. Pada tahun 1985, prajurit
satu dari Batalyon 113 Kota Bakti, Pidie ini pernah dikirim oleh kesatuannya ke
Timor Timur (kini Timur Leste) untuk memerangi pasukan Fretelin.
Konon, sepulang dari Timor Timur, Robert membuat ulah memukul anggota
Polisi Militer saat nonton di Bioskop Beringin. Atas ulahnya tersebut, Robert
dihukum oleh komandannya dan sempat dititipkan di LP Sigli. Setahun kemudian,
Robert kembali membuat heboh dengan membobol kas berisi uang kontan bernilai
ratusan juta rupiah milik PT Arun. Karena terus bikin ulah, Robert akhirnya
dikeluarkan dari dinas militer.
Sejak lama Robert bersimpati pada perjuangan GAM. Ketika ditahan bersama tahanan
GAM di sebuah sel di Batalyon 113 Kota Bakti, Robert melihat para pejuang GAM
tetap Salat walau di penjara. “ABRI yang digaji pemerintah malah berjudi, minum
minuman keras. Sejak itu saya tertarik dan terlibat dalam GAM. Banyak anggota
ABRI juga bersimpati pada GAM,” kata Robert dalam sebuah wawancara dengan
Majalah Forum Keadilan, 11 Januari 1999.
Suatu kali, setelah memukul seorang Camat di Batee, Pidie, Robert bersama
Arjuna berhasil meloloskan diri dari kejaran aparat. Dia pun memilih lari ke
Malaysia. Pada Tahun 1993, Robert dihukum mati secara in absentia oleh
Pengadilan Negeri Lhokseumawe.
Arjuna
Selain Robert, pejuang GAM yang namanya berkibar antara tahun 1989-1992
adalah Arjuna. Beda dengan Robert, Arjuna adalah eks Libya (1988-1989), dan
dikenal sangat berani serta ahli merancang serangan. Dia pun termasuk
intelektual GAM, jebolan dari Fakultar Kedokteran Hewan, Universitas Syiah
Kuala. Tak heran, setahun setelah bergabung dengan GAM, Arjuna dipercaya
menjadi komandan pasukan GAM Wilayah Pidie.
Arjuna termasuk angkatan terakhir (1989/1990) yang dikirim berlatih militer
ke Libya bersama Ahmad Kandang. Sementara angkatan pertama yang berlatih di
Libya yaitu Muzakkir Manaf juga Ismail Syahputra, juru bicara ASNLF GAM yang
diculik di Medan.
Di dalam pasukan GAM, Arjuna dikenal dengan nama Rambo, tokoh film
Hollywood dalam perang Vietnam. Ini wajar karena lelaki brewok ini sangat lihat
dalam taktik perang gerilya. Dia masuk list aktivis GAM yang paling diburu
aparat keamanan. Merasa tak aman terus berada di Aceh setelah terlibat
pemukulan seorang Camat di Batee, Pidie, Arjuna meloloskan diri ke Malaysia
tahun 1992. Di sana ia bekerja serabutan.
Terakhir pada 1997, dia pulang ke Aceh. Ia masuk lewat Pelabuhan Peureulak
Aceh Timur yang relatif sepi dari ingar bingar pergolakan. Ia kembali ke
Bireuen sebentar, dan selanjutnya hijrah ke Bekasi. Ia memilih menjadi pedagang
kelontong dan sayuran di Pasar Bekasi. Garis perjuangannya pun melunak.
Terakhir ketika pulang ke Bireuen sekitar tahun 2001, Arjuna dieksekusi. Konon
dilakukan oleh gerakan yang dulu pernah dibelanya.
Ahmad Kandang
Nama aslinya Muhammad Rasyid. Tapi dia lebih dikenal dengan nama Ahmad
Kandang. Pasalnya, ia lahir dan tinggal di Desa Meunasah Blang Kandang, Muara
Dua, Aceh Utara.
Ahamad Kandang |
Akhir Desember 1998, Ahmad Kandang menjadi pentolan GAM paling dicari
aparat keamanan. Ia dituding sebagai dalang pembunuhan sejumlah anggota ABRI.
Hal itu pula yang mendorong ABRI (kini TNI) melancarkan Operasi Wibawa ’99 yang
menjadikan Aceh sebagai medan perang. Sebagai operator lapangan, tak mudah bagi
TNI menangkap Ahmad Kandang. Ia dilindungi oleh pasukan dan masyarakat
Kandang.
Ahmad Kandang dikenal sebagai Robinhood-nya Aceh. Pelaku utama pembobolan
Bank Central Asia (BCA) Lhokseumawe pada Februari 1997 ini sangat dicintai
masyarakat. Ia sering membagi rezeki kepada penduduk di kampungnya. Ini pula
yang membuatnya selalu dijaga oleh masyarakat.
Pada pertengahan November 1998, misalnya, saat sepasukan Brimob telah
mengepung rumah Ahmad Kandang, mereka tak berani menembak panglima GAM Pasee
tersebut karena di dalam rumah tempat persembunyiaan Ahmad ada ibu dan bayi.
Warga bahkan membentuk pagar betis untuk melindunginya. Kesempatan itu
digunakan oleh pejuang ini untuk kabur dan melarikan diri.
Ahmad Kandang dikenal ahli perakit bom. Banyak bom yang dipasang untuk
menghadang laju operasi TNI dibuat olehnya. Tapi, nasibnya tragis, karena dia
meninggal karena bom yang dirakitnya meledak. Padahal, bom itu dia siapkan
untuk menghadang iring-iringan TNI.
Ishak Daud
Selain Ahmad Kandang, nama tokoh GAM yang juga paling diburu aparat
keamanan adalah Teungku Ishak bin Muhammad Daud atau lebih dikenal dengan Ishak
Daud. Penglima GAM Wilayah Peureulak ini punya postur tubuh tinggi-tegap. Wajahnya
juga ganteng dan mirip bintang film India.
Ishak lahir di Desa Blang Glumpang Kuala Idie, Kecamatan Idie Rayeuk, Aceh
Timur pada 12 Januari 1960. Ia adalah anak pertama dari pasangan Muhammad Daud
bin Tengku Basyah dan Nuriah. Semasa kecil, Ishak tinggal di lingkungan desa
yang rata-rata hidup di bawah garis kemiskinan. Ayahnya bekerja sebagai nelayan
sedang ibunya berjualan kue.
Tgk. Ishaq Dawood |
Merasa tidak pernah puas dengan kondisi itu, pada awal tahun 1984, pada
usia 24 tahun, Ishak memutuskan merantau ke Malaysia. Di negeri jiran itu,
Ishak Daud bekerja serampangan, sebagai kuli bangunan atau penjaga restoran.
Karena tak tahan hidup seperti itu di Malaysia, Ishak Daud memutuskan merantau
ke Singapore. Apalagi banyak orang Aceh di negeri singa itu. Sama seperti di
Malaysia, Ishak Daud juga bekerja serabutan, dari buruh bangunan hingga sopir
angkutan. Di Singapore pula Ishak Daud mulai mengenal Gerakan Aceh Merdeka,
apalagi saat itu banyak aktivis Aceh Merdeka menggelar pertemuan politik.
Praktis, selama bekerja di Singapore Ishak sering mengikuti pertemuan tersebut.
Ini pula yang membuka wawasannya tentang sejarah Aceh.
Pada Juni 1987, Ishak akhirnya disumpah oleh Tengku Abdullah Musa sebagai
anggota GAM. Apalagi Hasan Tiro yang mengendalikan GAM dari Swedia butuh pemuda
Aceh untuk dididik pendidikan militer dan dikirim ke Libya. Ishak Daud termasuk
dalam rombongan 40 orang pemuda Aceh yang dikirim ke Libya.
Sepulang dari Libya, Ishak Daud singgah di Singapore. Hanya 12 hari di sana,
Ishak Daud pun memutuskan pulang ke Aceh melalui Pelabuhan Tanjung Balai. Dari
sana ia naik bus dan kembali ke kampung halamannya di Idi Rayeuk. Awalnya dia
bekerja sebagai pedagang Ikan dan diam-diam merekrut pemuda untuk terlibat
GAM.
Ishak termasuk tokoh pertama yang mengibarkan bendera Aceh Merdeka di SMA
Idi Rayeuk, Aceh Timur pada 4 Desember 1989 setelah pengibaran bendera di
Gunung Halimun, Pidie, yang dilakukan Hasan Tiro pada 4 Desember 1976.
Pada 20 Mei 1990, Ishak Daud menyerang pos ABRI di Buloh Blang Ara, Aceh
Utara. Dalam penyerangan itu, dua tentara dan seorang pelajar SMP meninggal.
Kelompok Ishak Daud juga berhasil mengambil 22 pucuk senjata M-16 dan senjata
jenis Minimi. Untuk ulahnya tersebut, Ishak Daud divonis 20 tahun penjara oleh
Pengadilan Negeri Lhokseumawe. Sidangnya digelar di Sabang karena dalam
beberapa persidangan sebelumnya, Ishak Daud selalu dielu-elukan oleh
simpatisannya. Saat itu, Ishak disebut-sebut sebagai Kepala Biro Penerangan
Aceh Merdeka.
Namun, Ishak Daud hanya sempat menjalani hukuman dua tahun saja, karena
pada masa kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid, 21 Mei 2000, Ishak Daud
dibebaskan. Ishak memutuskan kembali bergabung dengan GAM, posisi terakhirnya
sebagai Panglima GAM Wilayah Peureulak-Teumieng. Ishak meninggal dalam sebuah
penyergapan oleh TNI pada akhir tahun 2003.
Abdullah Syafie
Teungku Abdullah Syafie atau Teungku
Lah adalah Panglima GAM yang sangat karismatik, disegani kawan dan ditakuti
lawan. Di kalangan pasukannya Teungku Lah dikenal sangat tegas namun sopan. Ia
juga santun dan bersahaja. Saya merasakan kebersahajaannya ketika suatu kali
menjumpainya di sebuah kampung di Glumpang Baro, Pidie. Dia sangat ramah. Saya
disapanya ‘Aneuk Muda’. Selama tiga jam lebih saya duduk dan berbicara
dengannya. Kebetulan Teungku Lah sedang beristirahat di kampung saya waktu itu.
Rasa kagum saya pada sosok yang sangat dicintai pasukannya itu setelah beliau
berceramah di masjid kampung saya.
Teungku Lah adalah pemimpin sayap militer GAM. Dia pernah menjabat sebagai
Panglima GAM Wilayah Pidie, dan terakhir sebagai Panglima Gerakan Aceh Merdeka
seluruh Sumatera. Konon, lebih 20 tahun Teungku Lah memimpin gerilyawan GAM di
kawasan Bireuen.
Teungku Lah tidak mendapat pendidikan militer di Libya, seperti Arjuna atau
Ahmad Kandang. Inilah yang membuatnya tidak begitu suka dengan penggunaan
kekerasan dalam berjuang. Kekuatan senjata hanya untuk mempertahankan diri. Hal
ini pula yang membuat Teungku Lah sangat dihormati oleh tentara musuh.
Teungku Lah lahir di Desa Matanggeulumpang Dua, Bireuen. Ia hanya sempat
bersekolah hingga kelas tiga di Madrasah Aliyah Negeri Peusangan. Keluar dari
sekolah tersebut, Teungku Lah memilih belajar agama di sejumlah Pesantren di
Aceh. Teungku Lah mulai terlibat GAM pada awal 1980 (ada juga kabar yang
menyebutkan, Teungku Lah bergabung dengan GAM sehari sebelum Hasan Tiro
memproklamirkan GAM di Gunong Halimon).
Sebenarnya, masa muda Teungku Lah termasuk unik. Ia banyak terlihat dalam
dunia teater bersama group Jeumpa. Sangat jauh dari kesan militer. Tetapi,
belakangan, hal ini sangat membantu Teungku Lah dalam hal penyamaran. Mobilitas
Teungku Lah tak terdeteksi. Orang Aceh menyebut Teungku Lah punya ileume
peurabon (ilmu bisa menghilangkan diri). Teungku Abdullah Syafie meninggal
dunia pada 22 Januari 2002 di Jiem-Jiem, Bandar Baru, Pidie dalam sebuah
penyergapan oleh TNI. Sang istri dan lima pasukannya ikut syahid dalam
penyerangan tersebut.
Sebelum meninggal, Teungku pernah membuat wasiat, “Jika pada suatu hari
nanti Anda mendengar berita bahwa saya telah syahid, janganlah saudara merasa
sedih dan patah semangat. Sebab saya selalu bermunajat kepada Allah SWT agar
mensyahidkan saya apabila kemerdekaan Aceh telah sangat dekat. Saya tak ingin
memperoleh kedudukan apapun apabila negeri ini (Aceh) merdeka”.
Abu Arafah
Teungku Abdul Meuthalib atau yang lebih terkenal dengan Abu Arafah adalah
Panglima GAM Wilayah Meureuhom Daya. Wilayah operasional GAM Meureuhom Daya
dalam struktur wilayah Gerakan Aceh Merdeka meliputi Kecamatan Lhoong, Aceh
Besar, hingga Arongan, Kecamatan Samatiga, Aceh Barat.
Abu Arafah |
Abu Arafah dikenal militan karena sering kali menyerang patroli TNI di
Gunung Geureutee, Aceh Jaya. Dia sering-kali mengultimatun pasukan TNI agar
tidak melintasi wilayah kekuasaannya, mulai dari Lhoong, Aceh Besar hingga
Arongan. Setiap penyerangan yang terjadi terhadap TNI di lintasan pegunungan
itu diklaim dilakukan oleh pihaknya. Suatu kali, pasukannya menyerang pasukan
pengamanan bahan logistik TNI BKO Kecamatan Jaya yang mengakibatkan Prada
Suprianto, anggota TNI dari Kesatuan 320/Siliwangi luka parah.
"Kita memang mempersiapkan serangan itu, untuk mengingatkan mereka
agar jangan menakali masyarakat," kata Arafah kepada media ketika
itu.
Abu Arafah juga mengajak TNI berperang secara terbuka dengan pasukannya.
Pasalnya, setiap selesai kontak senjata dengan GAM, aparat TNI/Polri sering
mengasari masyarakat. Namun, ajakan perang tersebut mendapat larangan dari
ulama, apalagi seruan tersebut dilakukan pada bulan Ramadhan. Para ulama cemas,
karena Abu Arafah mengancam akan menyerang pos TNI jika tak mau meladeni ajakan
berperang di lokasi yang jauh dari pemukiman penduduk.
"Kami menghormati dan menghargai imbauan ulama dan tokoh masyarakat
itu sepanjang pihak TNI/Polri tidak mengganggu dan menindak masyarakat secara
kasar," kata juru bicara AGAM Wilayah Meureuhom Daya, Abu Tausi, mewakili
Abu Arafah.
Abu Arafah meninggal dunia dalam kontak senjata dengan pasukan TNI di Aceh
Jaya, pada 10 Oktober 2002. Panglima legendaris GAM Meureuhom Daya ini
dikebumikan di kampung halamannya, Krueng Tunong, pada Jumat (11/10/2002) sore.
Sekalipun Abu Arafah meninggal, namun GAM Wilayah Meureuhom Daya tetap menyembunyikan informasi meninggalnya panglima yang sangat mereka hormati itu. Hal ini dilakukan agar tidak meruntuhkan mental para pasukan di lapangan.
Sekalipun Abu Arafah meninggal, namun GAM Wilayah Meureuhom Daya tetap menyembunyikan informasi meninggalnya panglima yang sangat mereka hormati itu. Hal ini dilakukan agar tidak meruntuhkan mental para pasukan di lapangan.
Saiful alias Cagee
Amiruddin atau Saiful
alias Cagee bergabung dengan Gerakan Aceh Merdeka pada tahun 1998.
Ketertarikannya bergabung dengan GAM setelah berkenalan dengan Mirik, Saiful
alias Cage masih sebagai prajurit biasa di kamp 09 (kosong sikureung) Palu
Beueh Awee Geutah. Saat itu, petinggi GAM di kawasan itu adalah Husaini Franco,
Razali dan beberapa orang lainnya. Sekali pun masih baru dalam GAM, Cagee sudah
dikenal sangat berani dan nekat.
Cage |
Cagee menjadi komandan operasi khusus pada tahun 2002,
karena sangat senang bertempur. Pasukan ini dibentuk tahun 2001 oleh GAM Daerah
III Batee Iliek. Pada tahun 2002 pula, Cagee membentuk kamp Gurkha di Gampong
Darul Aman, Peusangan Selatan. Tapi karena kondisi makin genting, dia memecah
pasukannya menjadi tujuh regu, dua di antaranya bernama regu Singa Bate (dengan
komandannya Mirik) dan regu Geubina yang dikomandani oleh Obeng. Setelah CoHA,
Cagee menyatukan kembali pasukannya di Gurkha, agar pasukan GAM tidak
tersebar-sebar.
Cagee yang dikenal pemberani ini pernah membanting stempel KPA Wilayah
Bireuen di hadapan para petinggi GAM setelah mengusung Zaini Abdullah-Muzakkir
Manaf sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh pada Pilkada 2012. Entah
karena sikapnya tersebut, pada Jumat (22/07/12) Cagee ditembak mati di depan
tokonya, Gurkha, di Matanggeulumpang Dua, Bireuen.
Selain nama-nama di atas, sebenarnya, masih cukup banyak pejuang GAM yang
legendaris dan ditakuti oleh TNI, seperti Ayah Muni (panglima operasi wilayah
GAM Aceh Besar), Abu Hendon, panglima GAM Wilayah Deli yang meledakkan bom di
kota Medan, atau Keuchik Umar, panglima GAM di Pidie. Ada juga Udin Cobra,
komandan operasi GAM di Pidie yang dikenal sangat jago taekwondo, Pawang Rasyid
yang namanya sangat dikenal di kawasan Geumpang dan Tangse, Rahman Paloh di
Pasee yang pernah menembak pesawat tempur TNI dari pucuk pohon kelapa, Teungku
Bari, komandan operasi GAM Batee Iliek, dan masih banyak lagi. Mudah-mudahan
nanti kita punya waktu menulis tentang mereka secara panjang lebar, sebagai
bagian dari mengingat mereka. [diolah dari berbagai sumber]
No comments:
Write komentar