“Anak saya ditelanjangi di semak-semak dan kemaluannya di colok-colok
dengan jari tangan, sehingga mengalami pendarahan di bagian
kemaluannya,” ujar Samsul menjelaskan seperti penuturan Mawar padanya.
ACEH TIMUR – PERIH getir
adalah sebuah romansa bagi manusia dalam mengarungi kehidupan di dunia
ini. Seperti roda pedati yang terus berputar kala berjalan, begitulah
rotasi dan siklus hidup yang harus dilakoni. Putaran waktu terus
berganti hari, bulan hingga tahun. Ada yang ditakdirkan serba
berkecukupan—gelimang harta, namun tak sedikit pula yang miskin papa
lagi menderita.
Paska konflik bersenjata di Aceh, banyak kehidupan mantan pejuang
kombatan yang berubah drastis. Mulai pengusaha lokal, kontraktor besar
hingga pejabat publik di semua sektor pemerintahan. Namun, masih juga
terdapat mereka yang terpuruk tak berdaya, hanya memiliki sebidang
tanah, rumah seadanya dan hidup dalam terpaan prahara yang seakan tak
kunjung usai darinya.
Samsul Bahri, mantan kombatan GAM, Warga Kemuning Hulu Kecamatan Birem Bayeun Kabupaten Aceh Timur.
Inikah balada Samsul Bahri? Warga Kemuning Hulu Kecamatan Birem
Bayeun Kabupaten Aceh Timur, ini hidup terlunta-lunta. Pria paruh baya
ini adalah seorang mantan kombatan GAM yang dulu kerap memanggul senjata
dan memperjuangkan hak rakyat atas sebuah penindasan. Kini, di tengah
suasana damai dan semangat pembangunan yang digelorakan pemerintah,
justeru ia tak menikmati hasil pengorbanannya dulu.
Kondisi fisiknya yang telah menderita sakit paru-paru dan jantung
akut sudah bertahun menggerogotinya, membuatnya tak berdaya untuk
mengais rizki menghidupi keluarganya. Selama ini, kepulasan asap dapur
hanya bersumber dari jerih payah Isterinya dengan cara bekerja sebagai
tukang deres di kebun karet—rambung milik warga di desa tetangga.
“Saya sduah lama menderita sakit. Untuk makan sehari-hari hanya
mengandalkan pendapatan isteri yang bekerja sebagai tukang deres dan
mendapat upah sehari Rp 15 ribu,” tutur Samsul kepada SuaraPublik.co.id, di kediamannya belum lama ini.
Sang isteri, Leni Marlina, terpaksa berjibaku dengan teriknya mentari
dan berpeluh-peluh, hanya untuk mencukupi kebutuhan keluarganya
sehari-hari. Belum lagi biaya pengobatan sang suami (Samsul—red) yang memang secara rutin harus dilakukan.
Dewi fortuna sepertinya belum berpihak pada Samsul dan keluarga.
Alih-alih bisa bangkit dari keterpurukan ekonomi dan sembuh atas sakit
yang mendera. Pasangan suami isteri ini harus menelan ‘pil pahit’ saat
mengetahui anak perempuannya yang berusia 9 tahun, mengalami tindak
kekerasan dan pelecehan seksual.
Prahara Dahsyat
Bagai disambar petir di siang hari, begitulah situasi keluarga miskin
ini ketika mengetahui Mawar (nama samaran) telah diperlakukan tidak
senonoh oleh sejumlah anak lelaki teman bermainnya. Buah hati Samsul
ini, dicabuli di semak-semak yang masih dalam kawasan desa mereka.
Kejadiannya di bulan Agustus 2015. Mawar yang kesehariannya periang,
tiba-tiba berubah murung dan kerap melamun, serta mengaku sakit di
bagian kewanitaannya. Melihat itu, Samsul mencari tahu penyebabnya.
Namun betapa ia terkejut ketika anaknya menceritakan peristiwa sadis
lagi kejam yang menimpanya. Di sini, si fakir ini kembali didera prahara
dahsyat.
“Anak saya ditelanjangi di semak-semak dan kemaluannya di colok-colok
dengan jari tangan, sehingga mengalami pendarahan di bagian
kemaluannya,” ujar Samsul menjelaskan seperti penuturan Mawar padanya.
Kebejatan pelaku, kata Samsul, tidak hanya sekali saja, melainkan
sudah sebanyak enam kali yang dilakukan di semak-semak sekitar desa dan
sempat pula terjadi di rumah salah seorang pelaku. Atas kejadian itu, ia
sangat terpukul. Hatinya bagai teriris sembilu, melihat anak
perempuannya menjadi korban pencabulan. “Saya cukup terpukul sekali atas
kejadian terhadap diri anak saya, di usianya yang masih belia sudah
mengalami nasib yang tak semestinya terjadi,” ucap Samsul lirih.
Masih menurut Samsul, kini Mawar mengalami depresi yang
berkepanjangan, tingkahnya aneh dan sering mengurung diri dan tak mau
lagi bergaul sesama teman lainya. “Kita suruh atau tanya mengapa dan ada
apa, Mawar terkadang terlihat seperti linglung, seperti orang
keterbelakangan mental,” papar Samsul berlinangan airmata.
Samsul mengaku telah membawa Mawar untuk diperiksa secara medis.
Hasilnya selaput dara telah pecah akibat benda tumpul. “Sudah pernah
membawa visum dan hasilnya bahwa selaput darah pada bagian kemaluannya
pecah akibat benda tumpul,” sebutnya.
Kasus pelecehan seksual terhadap Mawar juga telah dilaporkan Samsul
pada pihak berwajib, dengan nomor: BL/249/IX/2015/SPKT pada Polres
Langsa, tertanggal 1 September 2015. Dimana, tertera laporan tersebut
tentang persetubuhan terhadap anak dibawah umur dan melanggar Pasal 81
Junto 82 UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak dibawah umur.
Akan tetapi, sampai saat ini belum ada tindakan apapun yang dilakukan
aparat penegak hukum kepada para pelaku yang berinisial SF (13 tahun)
siswa SMP, dan AK (10 tahun), AH (11 tahun), RF (11 tahun), DN (10
tahun), NZ (10 tahun), siswa SD yang juga satu sekolah dengan Mawar.
“Saya tidak mendapatkan perlakuan hukum yang adil Republik ini,” ujar
Samsul.
sebenarnya, bukan hanya keadilan hukum yang dibutuhkan Mawar.
Melainkan, adanya perhatian pemerintah agar bisa merawat dan memberikan
dukungan psikologis sehingga buah kasih Samsul Bahri dan Leni Marlina
ini bisa kembali ceria dan melanjutkan hidup menggapai masa depan yang
cemerlang.
Kapolres Langsa, AKBP Sunarya SIK melalui Kasat Reskrim AKP Pradana Aditya Nugraha, SH, SIK dalam konfirmasinya kepada SuaraPublik.co.id,
Senin pekan lalu, mengatakan bahwa pihaknya sedang melidik dan
mengambil sejumlah keterangan secara konferhensif. “Kami sedang melidik
kasus ini kita pastikan untuk diproses lebih lanjut, tentu saja kami
tidak tinggal diam,” tegasnya meyakinkan. SEMOGA!
Laporan: Rafiyan Barona/Agus Dewantara
Teks Photo:
Samsul Bahri, mantan kombatan GAM, Warga Kemuning Hulu Kecamatan Birem Bayeun Kabupaten Aceh Timur.
No comments:
Write komentar