Saturday, March 5, 2016

Abuya Jamaluddin Waly, Ulama Aceh Yang Bersastra


Oleh Hamdani, S.Pd.(*


Pada suatu hari di pertengahan bulan Juni 2013 Ketua Pengurus Masjid Besar Islamic Centre Lhokseumawe Provinsi Aceh, Tgk. H. Ramli Amin, S.Ag. memperkenalkan sebuah buku kepada saya berjudul Panduan Zikir dan Doa Bersama. Setelah saya amati dan saya baca dengan teliti ternyata buku tersebut ditulis oleh seorang ulama yang termasyhur dan saya kagumi yaitu Abuya Tgk. H. Djamaluddin Waly. Salah seorang anak ulama tersohor di negeri ini almarhum Abuya Muhammad Muda Waly dari Labuhan Haji, Aceh Selatan. Pendiri dayah (pesantren) Darussalam yang bergelar Syaikhul Islam Al-Kaamil Al-Mukammil Al-Arif Billah Abuya Muhammad Waly Al-Khalidy (1917-1961 M). 
Mengenai gelar Abuya Muhammad Muda Waly ini saya dapatkan data pada lembaran bagian awal pembuka buku. Di situ tertera foto Abuya Muhammad Muda Waly beserta nama lengkap beliau dan di bawahnya tertulis nama-nama anak ulama yang akrab disapa Abuya Muda Waly yang pernah memimpin dayah Darussalam. Antara lain adalah Abuya Djamaluddin Waly penulis buku Panduan Zikir dan Doa Bersama  yang terdiri atas 6 buku atau 6 jilid ini.

Mengenai julukan gelar Abuya Muda Waly juga dipaparkan oleh penulis buku pada halaman 39 buku keempat (4) dalam bentuk bahasa ragam sastra yang indah. Seperti yang tertulis dalam beberapa bait syair berjudul “Sejarah Singkat Syekh Muda Waly” berikut ini:


Rapat Alim Ulama di Darussalam  
Pada tahun 2009 tahun Masehi
Memberi gelar Syaikhul Islam 
Untuk hamba Tuhan Syekh Muda Waly


Dan terbaca pada bait berikutnya pada syair yang sama berikut :


Tahun 2007 di Masjid Raya Baiturrahman 

Melalui kajian Islam tingkat tinggi 

Para ulama Aceh telah menetapkan 

Al-Arif Billah untuk Syekh Muda Waly 


Gubernur Aceh juga menetapkan Abuya Syekh Muhammad Muda Waly sebagai tokoh pendidikan Aceh, karena jasa almarhum dalam berjuang memajukan pendidikan di Aceh ini. Buku  yang bersampul depan warna hijau bagian atas dan kekuning-kuningan bagian bawah ini bergambar Abuya Djamaluddin Waly. Sedangkan pada sampul bagian belakangnya tampak dengan jelas gambar Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. 

Di masjid kebanggaan rakyat Aceh itulah Abuya Djamaluddin Waly sering memimpin zikir dan doa bersama yang diberi nama dengan majelis Zikir Al-Waliyyah.Tidak banyak sejarawan, kritikus sastra, maupun pengamat sastra yang mengetahui bahwa Abuya Drs. Djamaluddin Waly sebagai ulama Aceh yang mencintai rakyat ternyata juga piawai dalam menulis syair. Saya tidak ragu mengatakan bahwa beliau adalah seorang ulama Aceh yang sastrawan. Hal tersebut tergambar jelas dari isi buku yang ditulisnya, antara lain terdapat dalam buku yang keempat (4) yang rata-rata setiap judul materi ditulis dalam ragam bahasa sastra berbentuk syair 4 baris yang mirip pantun. 



Jika provinsi Riau terkenal dengan ulama dan sastrawan Raja Ali Haji penulis syair Gurindam 12, maka Aceh memiliki sastrawan yang juga ulama hebat bernama Abuya Djamaluddin Waly. Jika rakyat Indonesia pernah kagum dengan ulama yang sastrawan seperti Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah (HAMKA), maka Abuya Djamaluddin Waly adalah HAMKA-nya orang Aceh. Seperti kita juga kagum kepada sosok ulama dan sastrawan Ali Hasjmy, karena ulama-ulama itu adalah permata bangsa dan waris para Nabi.Selain dalam syair di atas nilai sastra yang terkandung dalam buku Abuya Djamaluddin juga terdapat pada bait pertama (1) syair berjudul “Bapak Rohani” pada halaman 32 buku tesebut seperti tersusun rapi pada larik-larik berikut:

Bapak rohani memberi bimbingan 

Untuk mendapat hidayah Rabbi 

Mendekatkan diri kepada Tuhan

Siang dan malam petang dan pagi



Dan juga terkandung pada bait keenam (6) syair yang sama berikut ini: 


Cinta Tuhan dapat jaminan 

Dimasukkan dalam syurga tinggi 

Demikian hadis Nabi menjelaskan 

Kepada ummat Islam pengikut Nabi 




Syair tersebut merupakan ragam karya sastra yang bernuansa sufi atau tasawuf seperti yang pernah ditulis oleh seorang ulama termasyhur dan sastrawan sufi dari dunia sastra Arab bernama Rabiah al-Adawiyah yang dikutip Abuya Djamaluddin Waly pada lembaran kata mutiara halaman 60 buku keenam (6) jilid terakhir berikut ini: 


“Ya Allah jika aku menyembah-Mu karena takut api neraka, bakarlah aku di neraka; Jika aku menyembah-Mu karena mengharapkan syurga, jauhkan aku dari syurga. Namun, jika aku menyembah-Mu karena-Mu, maka jangan Engkau jauhkan aku dari Keindahan Abadi” (Rabiah al-Adawiyah dalam Abuya Djamaluddin Waly, 2003:60).

Abuya Djamaluddin juga menulis dengan bahasa yang indah “Sejarah Darussalam Labuhanhaji” pada syair halaman 40 buku keempat (4) berikut:

Di Labuhanhaji Aceh Selatan 

Ada bangunan tempat mengaji 

Tempat itu dinamakan 

Dengan Darussalam Labuhanhaji 

Yang membangun Darussalam 

Hamba Tuhan Syekh Muda Waly 

Sekitar tahun empat puluhan 

Menurut hitungan tahun Masehi



Supaya tidak terjadi simpang-siur dan salah pengertian perlu dicatat bahwa bukuPanduan Zikir dan Doa Bersama tersebut tidak semuanya berisikan syair. Tulisan yang berupa syair hanya terdapat pada halaman 30-45 buku keempat (4) seperti syair “Bapak Jasmani”, “Bapak Rohani”, “Sejarah Singkat Syekh Muda Waly”, “Sejarah Darussalam Labuhanhaji”, dan syair “Alumni Darussalam Labuhanhaji”.

Sebagian besar isi buku ini bahkan berisikan pedoman atau penuntun zikir dan doa yang bersumber dari Al-Qur’an, Hadis, Shalawat kepada Rasulullah Muhammad SAW (Cinta Rasul) dan disertai doa. (Yang masing-masing lengkap dengan terjemahan menggunakan ragam sastra). Enak dibaca, meresap di hati sehingga merasakan kelezatan berzikir. Seperti yang ditulis dalam tanda kurung oleh Abuya Djamaluddin Waly pada setiap bagian bawah halaman daftar isi. 



Ketika saya mengapresiasikan buku tersebut saya teringat akan suatu kenangan saat-saat bersama Abuya Djamaluddin Waly yang hanya sebentar saja saya berkenalan dengannya. Pada suatu hari tanggal 16 Maret 2013 dalam suatu Seminar Islam Internasional di Masjid Islamic Centre Lhokseumawe dan saya berikan cenderamata kepada Abuya Djamaluddin  sebuah buku yang saya tulis berjudul Wajah Aceh dalam Puisi (Hikayat Ulama Aceh).



Selain sebagai ulama dan sastrawan ternyata Abuya Djamaluddin Waly juga seorang politisi atau politikus andal yang termasuk lumayan lama berkiprah di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Daerah Istimewa Aceh (1968-1987) dan menjadi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)/Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia (1987-1999) di Senayan Jakarta. Seperti yang tertulis pada data riwayat hidup Abuya Djamaluddin Waly halaman 64 buku kesatu(1).



Sebagai kenang-kenangan saya akhiri tulisan ini dengan sebuah syair indah yang ditulis oleh Abuya Djamaluddin Waly berjudul “Alumni Darussalam Labuhanhaji” berikut

ini:

Ulama alumni Darussalam

Dalam hitungan banyak sekali

Hanya sebagian kami sebutkan

Untuk catatan aneuk rohani



Murid pertama Syekh Marhaban

Mengaji di Darussalam pertama kali

Gob nyan pernah mendapat jabatan

Menteri Pertanian di negeri ini



Disusul Syekh Umar adik Marhaban

Ban dua gob nyan aneuk Abu Krueng Kalee

Abu Usman Fauzi di likotnyan

Tempat tinggai gob nyan di Gampong Lueng Ie




Ulama terkenal Abu Adnan

Tinggai di Bakongan wahe ya akhi

Tgk. Hasan di Lamno Jaya

Bapak Mertua Djamaluddin Waly



Jailani Musa di Kluet Utara

Di Meulaboh kota Abdul Hamidi

Di Ujong Baroh Tgk. Abu Bakar

Di Nagan Raga Yahya ‘Umraithi



Abu Kamaruddin tinggai di Teunom

Tgk. Jafar Lailon di Labuhanhaji

Di Cot Keueng Tgk. Muhammad Ismi

Di Alue Bili Tgk. Ismail



Tgk. Muhammad Syam di Aron Tunggai

Tgk. Syam Marpali di Blang Pidie

Tgk. Bahauddin di Simpang Kanan

Tgk. Zamzami Syam di Singkili



Tgk. Basyah Kamal di Long Raya

Di Lamno Jaya Ibrahim Budi

Tgk. Daud Zamzami di Kuta Raja

Di Aceh Raya Muhammad Zamzami



Di Lam Reung Tgk. Zulkifli

Di Pulau Nasi Tgk. Adnan Haitami

Tgk. Gurah di Peukan Bada

Di Lhok Nga Tgk. Raffari



Tgk. Abdullah di Tanoh Mirah

Di Samalanga Tgk. Abdul Aziz

Tgk. Usman Basyah di kota Langsa

Aceh Tenggara Tgk. Jafar Siddiq



Tgk. Syahabuddin di kota Medan

Di Bangkinang Tgk. Aidarus Ghani

Ahmad Dimyati di Palembang

Di Padang Sidempuan Tgk. Nawawi



Haji Djamaluddin di kota Padang

Beserta ngon gob nyan Tgk. Labai Sati

Di Solok Khatib Abu Syamah

Tgk. Ismail di Padang Basi



Di Blang Bladeh Abu Tu Min

Tgk. Ahmad Sabil di Nanggroe Nisam

Tgk. Hanafi di Matang Kuli

Abah Usman di Matang Glumpang Dua



Sebagian besar Ulama di Aceh ini

Punya hubungan dengan Muda Waly

Langsung tak langsung datang mengaji

Tetap ada hubungan rohani



Hubungan rohani tetap abadi

Tidak bisa putus wahai ya akhi

Bapak rohani dengan anak rohani

Akan dipertemukan di akhirat nanti



Itulah sekilas petuah dari permata bangsa ini Abuya Djamaluddin Waly. Mudah-mudahan menjadi ilmu yang bermanfaat di dunia dan akhirat lewat amanat yang dapat di petik dari tulisan ringkas ini.

Syair-syair yang ditulis oleh Abuya Djamaluddin Waly ternyata hampir mirip dengan puisi yang pernah saya tulis jika ditinjau dari segi tema dan amanat. Puisi yang dimaksud antara lain adalah “Pang Husen Pahlawan dari Tanah Aceh”, "Teungku Abdul Jalil Samakurok", dan "Sultan Malikussaleh" yang terkumpul dalam buku Wajah Aceh dalam Puisi sebagai berikut :



Pang Husen Pahlawan

    dari Tanah Aceh


  oleh Hamdani, S.Pd.



Pang Husen pahlawan sejati

Dari tanah Aceh negeri ini

Pang Husen namamu wangi

Semerbak harum bunga melati



Pang Husen pahlawan bangsa

Telah berjasa buat negara

Membela Aceh tanah Iskandar Muda

Usir Belanda, gagah berperang



Pang Husen namamu harum

Laksana sekuntum bunga mekar di taman

Doa anak cucumu siang dan malam

Buat Pang Husen pahlawan Islam



Ya Tuhan kami

Maha Penyayang

Pahlawan sejati berilah surga

Tempatkanlah arwah Pang Husen

Di tempat mulia, indah dan terang

Bidadari sebagai kawan

Amin ya Allah, ya Tuhan kami



Aceh Utara, 7 Juli 2012





Teungku Abdul Jalil Samakurok 

  oleh Hamdani, S.Pd.



Teungku Abdul Jalil bin Hamzah

Ulama megah di Meurah Mulia

Ulama Aceh yang termasyhur

Tempat menuntut ilmu agama



Teungku Abdul Jalil di Samakurok

Ajari umat Muhammad mengenal Tuhan

Teungku Abdul Jalil di Samakurok

Lembut hatinya, baik budinya



Teungku Abdul Jalil bin  Hamzah

Penyejuk gerah ilmu agama

Islam sangat di jujung tinggi

Malam dan hari mengajar mengaji



Ulama itu warisnya Nabi

Cintailah Ulama setulus hati

Dekat selalu untuk mengaji

Belajar Al-Qur'an dan Hadis nabi



Aceh Utara, 7 Juli 2012







Sultan Malikussaleh



oleh Hamdani, S.Pd.



Sultan Malikussaleh raja yang adil

Mencintai rakyat, disayang rakyat

Dengan ulama selalu mendekat

untuk bekal ilmu dunia akhirat



Sultan Malikussaleh raja yang luhur

Berbudi baik perangai santun

di negeri pasai sangat termasyhur

di negeri kaya rakyat yang makmur



Sultan Malikussaleh raja yang shalih

Taat ibadah kuat imannya 

Islam jaya di negeri pasai

Islam di sambut di junjung tinggi



Sultan Malikussaleh penyebar Islam

Sampai terpancar ke pulau Jawa

Maulana Malik Ibrahim yang meneruskan

Hingga berkawan dengan Wali Songo


Aceh Utara, 7 Juli 2012







(* Riwayat Penulis:

Hamdani, S.Pd. adalah Guru MAN Lhokseumawe dan penulis buku Wajah Aceh dalam Puisi (Hikayat Ulama Aceh). Alumni Dayah Nahrul Ulum Diniah Islamiah (NUDI), Kec. Meurah Mulia, Kab. Aceh Utara.

Aceh Utara, 15 Juni 2013




No comments:
Write komentar