Friday, April 10, 2015

Cutma Fatimah Ratu Pertama di Pasie Raja 

Jauh berabat sebelum Belanda masuk ke Aceh, berdirilah sebuah kerajaan termegah di sebuah daerah yang disebut Terbangan. 

Daerah tersebut letaknya di daerah pesisir pantai Aceh Selatan. Kerajaan tersebut terletak di sebuah pemukiman yang dipisahkan oleh sebuah muara, tidak jauh dari Gunung Terbang yang konon katanya bermula dari sejarah lain pula. Pemukiman itu dinamakan Desa Ladang Tuha, sebab pada masa itu sebagian besar rakyat Terbangan bermata pencaharian sebagai petani lada. 


Hanya sebagian kecil rakyat saja yang bermata pencaharian sebagai nelayan. Penduduk Terbangan sangat jaya dan makmur pada masa itu. Kerajaan yang jaya dan makmur itu di pimpin oleh seorang ratu yang bernama Cutma Fatimah. Rakyat biasa memenggil Ratu Cutma Fatimah dengan sebutan “Raja Inong” atau “Raja Wanita”.



   Pemandangan senja hari di Pasie Raja nampak dari    atas gunung


Ratu Cutma Fatimah adalah ratu pertama yang memimpain kerajaan di Terbangan. Berbeda dengan sebelumnya, kerajan demi kerajaan dipimpin oleh seorang laki-laki. Ratu Cutma Fatiamah yaitu istri dari seorang laki-laki yang bernama Teuku Puloe Ie. Sayangnya Cutma Fatimah tidak dikaruniai seorang anak, padahal kehadiran seorang pangeran atau seorang putri telah lama ia dambakan. 

Namun begitu, Ratu Cutma Fatimah tadaklah berputus asa, beliau tetap tabah dan tawakal dalam kesehariannya. Hari-hari Ratu Cutma Fatimah tiadaklah begitu sepi, sebab beliau selalu setia ditemani oleh tujuh orang dayang yang sangat berwibawa. 

Sebut saja dayang-dayang itu sebagai Dayang Syarifah, Dayang Maisyitah, Dayang Maisarah, Dayang Hapipah, Dayang Asiah, Dayang Maimunah, dan Dayang Aminah. Ketujuh dayang tersebut sangatlah patuh kepada Ratu Cutma Fatimah, apalagi majikan mereka itu sangat baik hatinya.

Dalam memimpin kerajaannya, Ratu Cutma Fatimah sangatlah bijaksana. Meskipun beliau seorang perempuan, namun semangat kepemimpinan sangatlah tertanam di dalam jiwa beliau. Teuku Puloe Ie sebagai suaminya pun ikut mengurus dan membantu memimpin kerajaan semasa hidupnya. Dalam mengambil keputusan pun Ratu Cutma Fatimah bukan main hebatnya. 

Jika ada rakyat yang bersalah, maka dipertimbangkan terlebih dahulu, seperti disidang atau dihakimi misalnya. Namun, jika rakyat yang bersalah itu tidak bisa dipertimbangkan lagi, maka terpaksalah rakyat tersebut disandra di hulu sungai. Hal itu dilakukan sebagai peringatan agar rakyat tidak mengulang lagi kesalahannya.

Pernah terjadi sebuah kesalahan yang dilakukan oleh seorang rakyat. Tersebutlah namanya sebagai Hasyim. Hasyim salah karena telah memukuli salah seorang anak laki-laki remaja yang tiadak bersalah, oleh karena itu Sang Ratu menyidanginya di tepi hulu sungai.

Setelah diputuskan, Hasyim memeng benar bersalah. Maka seperti keputusan yang sudah ditetapkan, Hasyim disandra di tepi hulu sungai sebagai hukuman agar ia tidak mengulang lagi kesalahannya.
Sejak saat itu, kejadian itu menjadi pelajaran bagi rakyat yang lainnya.
Penduduk Terbangan pada masa itu sangat berjaya dan semakin makmur dengan kebun lada yang besar dan luas, hingga terkenal sempai ke luar negeri seprti Malaysia dan negara-negara lainnya. Seringkali orang-orang portugis dari Amerika berkunjung ke Terbangan, mereka berlayar melewati Samudera Hindia hanya untuk membeli lada yang kemudian dibawa pulang ke negara mereka. 

Biasanya sebelum masuk ke pemukiman, terlebih dahulu orang-orang portugis itu menemui Ratu Cutma Fatimah di pondok bukit yang sering disebut sebagai “Jambo Madat”. Jambo Madat merupakan tempat menyambut para tamu yang datang dari daerah lain atau tempat bertemu dengan raja-raja dari kerajaan lain yang datang berkunjung ke Terbangan. 

Bukit kecil itu masih bisa kita temui sampai sekarang di tepi pantai sebelah kiri muara dari aliran sungai. 
Setelah bertemu dengan Sang Ratu, barulah orang-orang portugis itu masuk ke pemukiman. 

Pertama sekali mereka melewati Pemukiman Kuta Paya, pemukiman di mana istana Ratu berdiri dengan megah. Di pemukiman itulah biasanya Ratu Cutma Fatimah sering berbincang-bincang dan membahas masalah-masalah kecil dengan para wanita, umumnya para istri dan Ibu Rumah Tangga. 


Tempat bermusyawarah itu tidak jauh dari istana ratu yang berdiri di atas bukit. Sayangnya bukit tersebut kini tidak dapat ditemukan lagi karena telah rata dengan tanah. Setelah melewati Pemukiman Kuta Paya, orang-orang portugis menelusuri setiap dusun yang terdapat perkebunan lada. Mulai dari pesisir pantai sampai ke kaki gunung.


Begitulah kemakmuran dan kejayaan rakyat Terbangan di masa itu. Namun setelah masuknya Belanda ke Aceh, rakyat di kerajaan Ratu Cutma Fatimah mulai berkurang kejayaannya. Banyak rakyat yang trauma dan takut akan kekejaman Belanda. Namun Ratu Cutma Fatimah atau yang lebih dikenal sebagai “Raja Inong” itu selalu memberi semangat untuk rakyatnya.


Lama kerajaan itu berjaya, hingga setelah Ratu Cutma Fatimah berpulang kepada yang Maha Kuasa pun rakyat masih mengenang jasa-jasa Ratu Cutma Fatimah. Bagi mereka, Ratu Cutma Fatimah adalah pemimpin yang sanagat bijaksana sampai kemakmuran rakyat sangat terjalin dengan damai. 

Ratu Cutma Fatimah dikuburkan di tepi pantai, namun kini kuburan itu telah hilang di hempas ombak pasang. Banyak juga bukti sejarah yang sempai kini masih membekas, seperti bukit pantai, tepi sungai, dan muara yang bersejarah. 

Sampai sekarang Rakyat Terbangan masih mengenang jasa-jasa Ratu Cutma Fatimah sebagai ratu pertama yang memimpin kerajaaan dengan bijaksana. Daerah Terbangan dan sekitarnya dinamakan Pasie Raja atau Pantai Raja. Hingga pada tahun 1986 diberdirikan sebuah Sekolah Menengah Umum Swasta Cutma Fatiamah yang kemudian menjadi Sekolah Menengah Atas Negeri pada tahun 2004. Sekolah Menengah Atas itu diresmikan dengan nama SMA Negeri 1 Pasie Raja.


Oleh : Zulbaili Alzaipar 

No comments:
Write komentar