Thursday, January 5, 2017

Simpang Siur Tentang Identitas Jokowi, Komnas HAM Minta Negara Jelaskan ke Publik

JAKARTA | Negara diharapkan segera menjelaskan kepada publik terkait identitas Presiden Joko Widodo yang masih dipersoalkan oleh banyak rakyat Indonesia.



“Di mana beliau lahir dan dibesarkan, apakah di Sragen atau di Sriroto Boyolali? Siapa orang tua sesungguhnya? Lantas apakah memang ada hubungan dengan PKI di tahun 1950-an dan 1960-an?” kata Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai, Kamis (5/1/2017), seperti dilansir republika.co.id

Penjernihan tersebut dirasa perlu, karena menurutnya kesangsian identitas bisa menjadi tutur (diskursus) sejarah dan berita kelam pada masa yang akan datang. Penjernihan tersebut juga menurutnya akan membantu dalam menjaga nama baik, wibawa serta harkat keluarga Jokowi di masa yang akan datang.

“Pemeintah sebaiknya membantu keluarga Presiden Jokowi agar menjaga nama baik, wibawa serta harkat dan martabatnya tetap lestari di masa yang akan datang,” ucap Natalius.

Dari itu, dalam kasus penulisan buku ‘Jokowi Undercover’, pemerintah sebaiknya hindari melakukan tindakan defensif dengan menyatakan isi buku tersebut tidak benar, fitnah, bohong, dan sebagainya. Menurutnya, akan lebih baik jika negara sejatinya membantu Jokowi dengan membentuk tim independen yang bertujuan untuk melakukan klarifikasi secara resmi, demi mengembalikan citra Jokowi dan keluarganya secara resmi.

“Tim ini bertugas menelusuri fakta sejarah, mengumpulkan dokumen, termasuk data rahasia negara sebagai data sekunder, pengambilan data primer, melakukan penyelidikan ilmiah (scientivic investigation) melalui Tes DNA, dan hasilnya bisa dibukukan serta diumumkan ke publik secara resmi,” kata Natalius.


Identitas Jokowi ramai diperbincangkan setelah terbitnya buku ‘Jokowi Undercover’ yang isinya dianggap berisi unsur fitnah, menebar kebencian dan tidak berdasarkan data primer maupun sekunder.

Penulis buku tersebut kini ditahan pihak kepolisian atas tuduhan melanggar UU ITE dan UU Antidiskriminasi

“Ada Undang-undang ITE (Informasi Transaksi Elektronik) karena itu kontennya juga disebarkan di media sosial. Berkaitan pelanggaran hukum undang-undang antidiskiriminasi.

“Di Indonesia ini ada undang-undang antidiskriminasi. Jadi tidak boleh menebar kebencian kepada suku, agama tertentu. Itu dilarang,” kata Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar tentang undang-undang yang digunakan polisi untuk menjerat Bambang Tri, dikutip dari bbc.com

Bambang Tri Mulyono ditangkap polisi di Blora, Jawa Tengah, pekan lalu, dan kemudian dibawa ke Jakarta untuk pemeriksaan. Menurut Boy Rafli Amar, penanganan kasus ini ditingkat pusat tidak dilakukan karena menyangkut nama presiden atau atas permintaan Istana.


Sumber: 
http://www.dakwatuna.com/2017/01/05/84681/komnas-ham-minta-negara-jelaskan-publik-identitas-presiden-jokowi/#ixzz4UsSWAkfw

No comments:
Write komentar