BANDA ACEH | Mengenang tragedi Simpang KKA di Aceh Utara yang terjadi
pada 3 Mei 1999 silam, sejumlah aktivis yang tergabung dalam Serikat
Rakyat melakukan aksi di Bundaran Simpang Lima, Banda Aceh, Selasa, 3
Mei 2016.
Aktivis menuntut Pemerintah Pusat dan Provinsi Aceh
segera menuntaskan kasus pelanggaran HAM dalam peristiwa 17 tahun silam
itu.
Baca: Hari ini 3 Mei 2016, Genap 17 Tahun Tragedi Berdarah Simpang KKA, Dimanakah HAM?
Aksi mengenang 17 tahun tragedi Simpang KKA di Banda Aceh |
Baca: Hari ini 3 Mei 2016, Genap 17 Tahun Tragedi Berdarah Simpang KKA, Dimanakah HAM?
Koordinator aksi,
Aliefandy,di sela-sela aksi mengatakan, ia dan kawan-kawannya turun ke
jalan karena penyelesaian kasus pelanggaran HAM di Aceh belum ditangani
secara serius.
"Kemarin juga sempat terdengar kabar adanya investigasi dari Komnas HAM, tetapi hingga kini belum juga ada hasil apa-apa," kata Aliefandy.
Ia mengatakan, tidak ada alasan apapun untuk membantai sesama manusia seperti yang terjadi di Simpang KKA. Hingga kini, kata dia, belum ada yang mengungkapkan kebenaran atas tragedi kemanusiaan itu. Kebenaran proses hukum, menurutnya, juga tidak jelas.
"Seharusnya negara adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas terbunuhnya 39 warga sipil, termasuk anak berumur 7 tahun, 159 sipil mengalami luka tembak, dan sekitar 10 warga sipil dinyatakan hilang. Hingga kini negara seolah menutup mata dan belum menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat dalam tragedi Simpang KKA 3 Mei 1999. Dengan aksi ini kami ingin mengajak negara atau Pemerintah Aceh mengingat kembali tragedi berdarah itu. Bukan membangkitkan luka lama, tetapi luka yang 17 tajun silam belum diobati," ujar Aliefandy.
Ia berharap Pemerintah Aceh berkomitmen dalam menyelesaikan pelanggaran HAM di masa lalu. "Pemerintah Aceh tidak boleh lupa tentang tragedi berdarah Simpang KKA 17 tahun silam, maka dari itu Pemerintah Aceh harus segera mengimplementasikan Qanun KKR Aceh," katanya.[] (portalsatu.com)
"Kemarin juga sempat terdengar kabar adanya investigasi dari Komnas HAM, tetapi hingga kini belum juga ada hasil apa-apa," kata Aliefandy.
Ia mengatakan, tidak ada alasan apapun untuk membantai sesama manusia seperti yang terjadi di Simpang KKA. Hingga kini, kata dia, belum ada yang mengungkapkan kebenaran atas tragedi kemanusiaan itu. Kebenaran proses hukum, menurutnya, juga tidak jelas.
"Seharusnya negara adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas terbunuhnya 39 warga sipil, termasuk anak berumur 7 tahun, 159 sipil mengalami luka tembak, dan sekitar 10 warga sipil dinyatakan hilang. Hingga kini negara seolah menutup mata dan belum menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat dalam tragedi Simpang KKA 3 Mei 1999. Dengan aksi ini kami ingin mengajak negara atau Pemerintah Aceh mengingat kembali tragedi berdarah itu. Bukan membangkitkan luka lama, tetapi luka yang 17 tajun silam belum diobati," ujar Aliefandy.
Ia berharap Pemerintah Aceh berkomitmen dalam menyelesaikan pelanggaran HAM di masa lalu. "Pemerintah Aceh tidak boleh lupa tentang tragedi berdarah Simpang KKA 17 tahun silam, maka dari itu Pemerintah Aceh harus segera mengimplementasikan Qanun KKR Aceh," katanya.[] (portalsatu.com)
No comments:
Write komentar