Merekam Perang Belanda di Aceh Dalam Catatan Hasan Tiro [RESENSI]
 
 
 
Buku Perang Atjeh
Judul Buku                    : Perang Atjeh 1873 M – 1927 M
Penulis                         : Hasan Muhammad Tiro
Tempat & Tahun Terbit : Jogja, April, 1948
Jumlah Halaman          : 50
Unduh Buku Perang Atjeh
***
Buku ini merupakan buku pertama yang ditulis oleh Tengku Hasan Muhammad di Tiro. Buku yang diangkat dari judul skripsinya saat dulu kuliah di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini diterbitkan oleh Pustaka Tiro, Yogyakarta pada tahun 1948. Sebelumnya, Hasan Tiro sudah menerjemahkan buku “Siyasah Syar’iyah” karangan Prof. Abdul Wahab Khallaf, salah seorang Guru Besar Fuad I University Cairo dalam bahasa Indonesia yang berjudul Dasar-Dasar Negara Islam dan terbit pada tahun 1947.
Mencermati pemikiran Tengku Hasan M. di Tiro tidak bisa dilepaskan dari semua karangan yang pernah ditulis olehnya. Maka, buku ini menjadi pilihan sebagai buku rekomendasi untuk melihat bagaimana pemikiran Hasan Tiro ketika masih berada dalam pelukan nasionalisme Indonesia dan bagaimana dia melihat sejarah Aceh dalam dimensi sejarah Indonesia yang saat itu baru tiga tahun memproklamirkan kemerdekaannya. Karena, saat Hasan Tiro melakukan perlawanan kepada Indonesia baik dibawah bendera Darul Islam tahun 1954 dan terkhusus Aceh Merdeka tahun 1976, Hasan Tiro menjadikan sejarah Aceh sebagai martir untuk melawan gagasan sejarah Indonesia serta sejarah Aceh dijadikan instrumen nasionalisme ke Acehan. Inilah yang membuat Buku “Perang Atjeh 1873 M – 1927 M” menarik untuk dikaji, sehingga kita bisa menemukan jawaban apa dan dan kenapa Hasan Tiro kemudian melawan, dan menjadi tesis bahwa akhirnya sejarah Aceh muncul sebagai instrumen perlawanan yang legal dimata Hukum Internasional.
Buku ini ditulis dalam sebelas bagian. Dimulai dari Pendahuluan, Sedjarah, Perhubungan dengan Belanda, Perang Atjeh, Kesudahan Pemerintahan Belanda, Jaman Djepang, Indonesia Merdeka, Para Pemimpin, Para Wanita, Sifat Perang Atjeh, dan terakhir Penutup.
Dalam pembukaanya, Hasan Tiro mengakui bahwa Aceh dan sejarahnya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sejarah Indonesia. Harapannya, sejarah Aceh dan sejarah daerah lainnya di Indonesia dikenal dalam arti seluas-luasnya sebagai bagian dari sejarah bangsa Indonesia yang diperlakukan sama dan menjadi rule model bagi format sejarah Indonesia. Untuk itulah, buku tersebut ditulis sehingga menjadi pelajaran dan contoh bagi bangsa-bangsa di Indonesia guna menambahkan saling pengertian diantara sesama bangsa. Terlebih lagi, saat itu sangat sedikit buku perjuangan sejarah Aceh ditulis secara objektif sebagaimana mestinya. Bisa dikatakan, buku ini merupakan buku pertama sejarah Aceh dan Belanda yang ditulis setelah kemerdekaan Indonesia dengan menggunakan perspektif Aceh (Indonesia) serta menggunakan sumber dan referensi Barat sebagai argumentasi ilmiahnya.
Dalam buku ini, Hasan Tiro juga mencerca dan menggugat Belanda yang mengultimatum Aceh pada tanggal 26 Maret 1873. Baginya, Belanda tidak memiliki alasan logis dan bahkan sengaja menciptakan opini internasional untuk menyerang Kerajaan Aceh. Secara apik dan kronik, Hasan Tiro menyajikan argumentasinya bagaimana perang Belanda di Aceh berlangsung mulai dari tahun 1873 sampai dengan tahun 1927. Namun, sebelumnya, Hasan Tiro lebih dulu membentangkan testimoni para pakar sejarah dunia terkait bagaiman sejarah, kekuatan dan diplomasi Kerajaan Aceh Darussalam. Dalam buku ini, kualitas seorang Hasan Tiro muda terbukti bahwa dia tidak hanya sebagai pakar dalam bidang hukum, tapi juga mampu secara utuh menjadi seorang sejarawan. Kekuatan inilah akhirnya menjadi pondasi lahirnya Aceh Merdeka.
Pada bagian Para Pemimpin, Hasan Tiro memaparkan riwayat singkat pemimpin pahlawan Aceh yang terkenal; Tengku Chik di Tiro, Pang Nanggroe, Teuku Umar, Teungku di Mata Ie, Teungku di Barat dan Teuku Cut Ali. Diantara pemimpin-pemimpin ini, mungkin sebahagian namanya tidak lagi akrab dan familiar dalam benak generasi muda Aceh saat ini. Selanjutnya, dalam bagian Para Wanita, sederet nama pahlawan perempuan Aceh diuraikan secara singkat riwayatnya, mulai dari Pocut Asiah, Cut Njak Din, Cut Meutia, sampai pada Istri Teungku di Barat. Hasan Tiro mendeskripsikan para perempuan Aceh dengan mengutip tulisan H.C. Zentgraaff dalam buku Atjeh bahwa para pahlawan perempuan Aceh memiliki kedudukan yang sama dengan Semiramis dari Babilonia dan Kaisar wanita Rusia, Katharina II. Keberanian dan kesatriaan perempuan Aceh melebihi segala wanita yang lain, apalagi dalam mempertahankan cita-cita kebangsaan dan agamanya. Baik secara sembunyi dan terang-terangan, wanita Aceh adalah pemimpin perlawanan.
Dalam penutupnya, Hasan Tiro mengakui bahwa buku “Perang Atjeh 1873-1927” merupakan selayang pandang (review) sejarah Aceh dengan memaparkan kenyataan dan bukti sejarah (fait accompli) bagaimana Perang Belanda di Aceh berlangsung. Dengan mengutip ungkapan Paul de Groot, Hasan Tiro menutup risalahnya dengan menulis bahwa Kemerdekaan Indonesia tak bisa diabaikan dan dihancurkan. Maksud mengadakan Perang Aceh yang kedua untuk menundukkan mereka, akan berakhir dengan sia-sia.
Untuk melihat bagaimana Tengku Hasan M. di Tiro menilai sejarah Aceh dalam narasi sejarah Indonesia dan kenapa akhirnya beliau berbalik melawan Indonesia dan sejarahnya, buku ini menjadi jawaban dan penting untuk dibaca dan dikaji sehingga kita tidak terjebak dalam perspektif dan asumsi bahwa beliau adalah sosok yang muncul secara tiba-tiba dikarenakan faktor ekonomi dan rasa kekecewaannya hingga lantas melakukan perlawanan. Padahal, awalnya beliau sangat mencintai Aceh dan Indonesia. Buku ini menjadi buktinya!
Resensi sederhana yang tidak sempurna dan salinan ulang buku ini kami persembahkan kepada pembaca portal www.acehtrend.co yang bekerjasama dengan Institut Peradaban Aceh (IPA) dalam rangka memperingati 143 Tahun Perang Belanda – Aceh (26 Maret 1873-26 Maret 2016) juga kepada para khalayak lainnya. Harapan kami, semoga persembahan ini menjadi amal jariyah kelak dan kami sangat berharap jika edisi digital dan salinan ulang ini tidak untuk dikomersilkan (diperjual-belikan) dalam bentuk apapun dan kepada siapapun. Terimakasih kepada pimpinan dan karyawan acehtrend.co yang telah memberi ruang agar buku ini dibedah dan juga terimakasih kami secara khusus kepada kanda Murizal Hamzah yang telah berupaya hingga buku ini bisa kami miliki. Semoga ini menjadi kebaikan bagi kita semua dan menjadi doa bagi syuhada Perang Aceh dan kepada Alm. Wali Negara Aceh, Tengku Hasan Muhammad di Tiro. Amin.