Kamaliah Maharani ( Putroe Phang ) Putroe phang adalah permaisuri Sultan Iskandar Muda. Putroe phang yang pada dasarnya diambil dari sebutan orang aceh sendiri yang berarti Putri Pahang. Nama aslinya adalah Putri Kamaliah Maharani ia dulunya tinggal di kerajaan Pahang dan sebagai permaisuri Raja Abdullah. Pada tahun 1540-1586 M malaka merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Aceh. Namun karena hasutan, akhirnya Malaka dikuasai oleh penjajah Portugis dalam singkat ceritanya. Pada tahun 1616 M Sultan Iskandar Muda bersama pembesar kerjaan aceh menyusun suatu rencana untuk merebut kembali daerah tersebut maka terjadilah penyerangan antara kerajaan aceh dan kerajaan yang ada di malaka.
Pada tahun 1619 penaklukan itu berhasil dijalankan sehingga Kedah, Perak, dan Pahang dapat ditaklukkan dari Bangsa Portugis. Dengan demikaian, wilayah kekuasaan Aceh Pada masa Iskandar Muda meliputi hampir seluruh daratan Sumatera Dan Malaka dikuasai. Meskipun sebagian kecil kota malaka masih diduduki Bangsa Portugis, seperti Kota A Famosa ( Terkenal ) yang didirikan oleh Admiral Alfonso d’Albuquerque yang telah lama berdiri sejak 1511 M dan ikut campur tangannya Kerajaan Johor dalam membantu portugis yang juga mengingkari kesetiaannya dengan Aceh dimasa Sultan Alauddin Mansursyah.
Maka pada penaklukkan Sultan Iskandar Muda terhadap Kerajaan
Pahang pada masa Raja Abdullah. Sultan Iskandar Muda meminang Putroe
Phang melalui proses “pertukaran permaisuri” Iskandar Muda menikahi
Putroe Phang, dan Sultan Pahang Raja Abdullah menikahi permaisuri
pertama Iskandar Muda, Puteri Sendi Ratna Indra. Hal itu dilakukan untuk
menguatkan pengaruh penyebaran Islam sekaligus menyingkirkan
imperialisme Barat di kawasan selat Malaka.
Gunongan |
“Adat Bak Poteu Meureuhom,
Hukom Bak Syiah Kuala.
Meu Jeuleueih Kanun Bak Putroe Phang,
Reusam Bak Bentara (Laksamana)”.
Kalimat Meu Jeuleueih kanun bak putroe Phang, muncul karena sang
permaisuri cerdas dan bijaksana dalam memutuskan perkara dalam
kehidupan sehari-hari masyarakatnya. kebijaksanaan Putroe Phang bermula
pada kasus yang dihadapi pembagian harta warisan antara anak laki-laki
dan perempuan. Mereka diwarisi rumah dan sepetak sawah oleh orang
tuanya. Si anak perempuan tidak terima ketika dia mendapat jatah sawah
dan anak laki-laki memperoleh warisan rumah. Anak perempuan itu lantas
kembali memperkarakan kasus itu.
Ternyata, kasus itu sampai kepada Putroe Phang. Dan akhirnya
Putroe Phang sendiri yang memutuskan perkara warisan tersebut. Warisan
itu dibalik, perempuan mendapat warisan rumah dan laki-laki diberi
sawah. Alasannya, laki-laki yang tidak punya rumah bisa tidur di
meunasah, karena ini adalah hal yang tidak mungkin dilakukan oleh
perempuan. Lagi pula, laki-laki punya tenaga untuk menggarap sawahnya
berbeda dengan permpuan.
Putusan itu diterima semua pihak, termasuk Sultan Iskandar Muda.
Bahkan, hingga saat ini, di beberapa daerah di Aceh, tradisi memberi
warisan rumah untuk perempuan masih dipelihara. Sampai-sampai orang Aceh
menyebut “Po rumoh” (kepemilikan rumah) untuk istrinya.Maka, sejak
itulah, Putroe Pang menjadi rujukan dalam penyelesaian masalah hukum
dalam kehidupan sehari-hari. Ia pun sering terlibat dalam penyusunan
qanun atau peraturan kerajaan.
Terima kasih telah berkunjung di Blog kami! Setelah Anda membaca artikel kami silahkan tinggalkan komentar dan jika ingin membagikan atau menyalin isi artikel kami jangan lupa meletakkan sumber link blog http://acehabad.blogspot.com. TERIMA KASIH!
No comments:
Write komentar