Sebelumnya,
markas marsose khusus itu hanya ada lima di Aceh, yaitu di Indrapuri
(Aceh Besar), Jeuram (Aceh Barat), Tangse (Pidie), Peurelak (Aceh
Timur), dan di Takengon (Aceh Tengah). Perang di Bakongan, adalah perang
yang paling sulit dan menakutkan bagi marsose Belanda. Maklum, banyak
marsose Belanda yang ditugaskan di wilayah ini hanya tinggal nama.
Istilah
“Kapal Putih”, momok yang menakutkan bagi Marsose Belanda. Bayangkan,
hampir setiap minggu mayat-mayat marsose Belanda diangkut dengan kapal
tersebut dari Bakongan menuju Kuta Raja (Banda Aceh) untuk dikuburkan di
Komplek Perkuburan Kerkoff di Setui, Banda Aceh. Itulah salah satu
bukti dari keganasan Raja Angkasah dalam membasmi Belanda.
Menurut
Teuku Ramli Angkasah, putera kandung Raja Angkasah. Ada beberapa
penyebab Ayahandanya bertempur melawan Marsose Belanda. Pertama, sikap
Belanda yang mulai mencengkram wilayah Aceh, kedua pendirian Tangsi
Militer di Bakongan.
Ketiga,
sikap Belanda yang mengadu domba keluarga Hulubalang Bakongan. Keempat
terbunuhnya Ayahanda Teuku Raja Angkasah, yaitu Teuku Abdurahman yang
merupakan hasil provokasi Belanda dan antek-anteknya di Bakongan. Dan
yang terakhir, Belanda ingin memperkuat basis di Bakongan dengan
melemahkan peran Hulubalang.
Perang
Bakongan termasuk bagian Perang Aceh yang sangat menguras enerji maupun
biaya bagi pihak Belanda, termasuk menewaskan Prajurit Belanda yang
sedemikian banyak diantaranya terdapat beberapa Jenderal Belanda.
Teuku
Raja Angkasah memiliki cara yang unik saat bertempur dengan Belanda.
Strategi yang digunakan Teuku Raja Angkasah dalam Perang Bakongan adalah
:
- Sebelum bertempur Teuku Raja
Angkasah senantiasa mengirimkan surat tantangan kepada Marsose Belanda
untuk melakukan pertempuran di suatu tempat. Strategi ini merupakan
bentuk perang urat syaraf (psywar) untuk menjatuhkan mental pihak lawan.
- Mengingat
keunggulan Teuku Raja Angkasah dalam bermain pedang dan keterbatasan
persediaan senapang mesin yang dimilikinya, Teuku Raja Angkasah sering
menawarkan untuk bertanding pedang dengan Komandan Marsose Belanda,
diantaranya Kapten Paris yang dikenal sebagai Singa Afrika dan
sebelumnya pernah menjadi Komandan Pasukan Belanda di Afrika Selatan.
Teuku Raja Angkasah unggul dalam pertandingan pedang ini. Keunggulan
Teuku Raja Angkasah dalam bermain pedang ini adalah kemampuannya untuk
meloncat seolah-olah melayang sambil mengayunkan pedangnya kepihak
musuh.
- Melakukan jebakan dengan
menggunakan tali pada jalur-jalur yang dilalui oleh Pasukan Marsose
Belanda. Saat Marsose Belanda terperangkap pada tali-tali tersebut maka
Teuku Raja Angkasah bersama Pasukannya melakukan penyerbuan dan
menghabisi para Marsose tersebut.
- Teuku
Raja Angkasah bersama pasukannya menunggu di puncak bukit (Bukit Gading
di Hulu Bakongan). Dikaki Bukit terletak sungai yang dilalui Belanda.
Saat Belanda menyeberang sungai maka Teuku Raja Angkasah bersama
pasukannya akan menyerbu dari atas sehingga membuat Pasukan Marsose
Belanda kocar-kacir.
- Berkoordinasi
dengan pejuang lainnya diantaranya Teuku Cut Ali dan Teuku Datuk Raja
Lelo untuk mengatur posisi secara menyebar sehingga menyulitkan pihak
Belanda.
Belanda,
kebingungan dan kewalahan atas perlawanan yang dilakukan Raja Angkasah
beserta panglima perangnya. Acap kali, setiap peperangan berlangsung
banyak marsose Belanda yang gugur. Berbagai cara pun dilakukan, agar
Raja Angkasah dan pengikutnya dapat dilumpuhkan.
Kompeni
Belanda, menyebut Teuku Angkasah sebagai Teuku Angkasa. Itu
dikarenakan, kemahirannya melompat dan melayang sambil mengayunkan
pedang. Belanda hampir kehilangan akal untuk melumpuhkan “Harimau
Sumatra” tersebut. Hingga akhirnya, Komando Pusat Belanda di Batavia
(Jakarta), mengirim Kapten Paris ke Bakongan.
Kapten
Paris, yang di juluki “Singa Afrika” khusus dikirim untuk melumpuhkan
kekuatan Raja Angkasah dan pejuang lain. Sebelumnya, Kapten Paris pernah
memimpin pasukan Belanda di Afrika Selatan dan terkenal dengan
ketangguhannya bermain pedang.
Diutusnya
Kapten Paris ke Bakongan, tak membuat Raja Angkasah gentar dan takut.
Untuk membuktikan kehebatan Kapten Paris, Raja Angkasah menantangnya
satu lawan satu. Ajakan itu, tentu diterima Kapten Paris dengan senang
hati. Sebaliknya, Kapten Paris, juga ingin membuktikan kehebatan Teuku
Raja Angkasah.
Tanding
pedang Teuku Raja Angkasah versus Kapten Paris pun berlangsung alot.
Singa Afrika tersebut kewalahan menghadapi kelincahan Raja Angkasah
dalam memainkan pedang. Hingga akhirnya, Kapten Paris terluka parah.
Namun, Teuku Raja Angkasah tidak langsung membunuhnya.
Kapten
Paris diberi kesempatan untuk memulihkan diri sampai sembuh. Dan
setelah itu ditantang lagi untuk bertanding pedang. Namun, adu pedang
yang kedua ini tidak dilakukan, karena Marsose Belanda mempunyai
strategi lain.
Marsose
Belanda, yang licik dan mahir tipu muslihat, menjebak Teuku Raja
Angkasah beserta tiga panglimanya. Pengepungan di Buket Gadeng itu,
melibatkan puluhan marsose Belanda dengan senjata lengkap. Diawali
dengan adanya seorang pengkhianat yang mengantarkan makanan.
Kemudian
pengkhianat ini dari belakang diikuti oleh Pasukan Marsose Belanda,
saat Teuku Raja Angkasah bersama Panglimanya menyantap makanan yang
diduga telah diracun untuk melemahkan badan, Pasukan Marsose Belanda
melakukan penyergapan. Marsose Belanda dengan jumlah lebih banyak -
puluhan orang - dan bersenjata lengkap menyerbu posisi kemah Teuku Raja
Angkasah bersama 3 orang Panglimanya.
Marsose
Belanda, yang licik dan mahir tipu muslihat, menjebak Teuku Raja
Angkasah beserta tiga panglimanya. Pengepungan di Buket Gadeng itu,
melibatkan puluhan marsose Belanda dengan senjata lengkap. Tembakan
dilepaskan secara bertubi-tubi, mengenai tubuh Raja Angkasa dan tiga
panglimanya.
Dalam
kondisi terdesak ini Teuku Raja Angkasah sempat menggunakan karabinnya
(senapang tua). Karena terus ditembakan karabin itu menjadi sangat
panas, kemudian Teuku Raja Angkasah membuka sorbannya untuk membalut
karabin yang panas tersebut sambil mulutnya mengeluarkan sumpah serapah
kepada Marsose Belanda.
No comments:
Write komentar