Pemerintah Indonesia diminta untuk lebih tegas kepada Cina di mana kapal-kapal ikan asal negara Tirai Bambu tersebut kerap ditemukan melanggar regulasi penangkapan ikan di kawasan perairan Republik Indonesia.
"Melihat kejadian-kejadian beberapa tahun terakhir di mana banyak sekali kapal-kapal Ikan Cina yang memasuki wilayah Indonesia tanpa izin, sudah selayaknya pemerintah memanggil sikap yang lebih tegas," kata anggota DPR RI Rofi Munawar, Rabu (23/3/2016)
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengemukakan, sebagai sebuah negara berdaulat, Indonesia yang memiliki batas teritorial dan pijakan yuridis sehingga sudah melakukan langkah yang tepat dengan menangkap kapal Cina yang telah melakukan kegiatan penangkapan ikan secara ilegal.
Rofi menambahkan, Cina harusnya mendukung usaha pemerintah Indonesia dalam memerangi aktivitas pencurian ikan dan bukannya bertindak sebaliknya.
Namun, lanjutnya, jika melihat dari kejadian intimidasi yang kesekian kali terhadap kapal pengawas perikanan Indonesia yang sedang bertugas, maka dapat disimpulkan bahwa RRT telah secara jelas melanggar yuridiksi perairan Indonesia.
Rofi yang juga Wakil Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI menjelaskan, Pemerintah Indonesia memiliki landasan hukum yang kuat dengan UU perlindungan dan pemberdayaan nelayan, maupun hukum international United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) untuk menyampaikan keberatannya.
Pelanggaran Cina terhadap yuridiksi wilayah laut Indonesia tertuang dalam UNCLOS pasal 19 ayat 1 terkait ancaman penggunaan kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik negara pantai.
Selain itu, Cina juga dinilai telah melanggar pasal 19 ayat 8 tentang melakukan kegiatan perikanan di wilayah negara pantai tanpa izin.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyesalkan klaim sepihak Cina yang menyatakan kapal KW Kway Fey 10078 yang ditangkap aparat Indonesia berada dalam kawasan perikanan tradisional mereka.
"(Pernyataan Cina) itu klaim yang tidak betul, tidak mendasar dan tidak diakui oleh dunia internasional," kata Menteri Susi kepada wartawan di Jakarta, Senin (21/3).
Susi memaparkan, alasan Cina mengenai "traditional fishing ground" (tempat perikanan tradisional) di Natuna tidak diakui oleh aturan internasional termasuk Konvensi Hukum Laut PBB.
Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendeteksi adanya pergerakan kapal yang diduga menangkap ikan secara ilegal di perairan Natuna, Sabtu (19/3), sekitar pukul 14.15 WIB.
Kapal tersebut diketahui sebagai KM Kway Fey yang berbendera Cina. Kemudian, kapal milik KKP yakni KP Hiu 11 mendatangi kapal motor tersebut dan mengamankan delapan awak buah kapal (ABK).
Kemudian, saat KM Kway Fey akan dibawa petugas KKP, tiba-tiba datang kapal coastguard Tiongkok yang datang mendekat dan menabrak Kway Fey, dengan dugaan agar kapal ikan asal Cina tersebut tidak bisa dibawa ke daratan Indonesia.
Untuk menghindari konflik, petugas KKP meninggalkan Kway Fey dan kembali ke KP Hiu 11 dan hanya berhasil membawa delapan ABK.
No comments:
Write komentar