Sunday, February 28, 2016

Air Mata Duka Pada Masa DOM


Semoga Rekan Seperjuangan Eks Kombatan GAM masih Ingat Akan Kisah Seperti Ini!

Sepenggal Kisah

Sesudah pasukan ditarik ke barak/kompi oleh Sofyan Dawod, kami yang prajurit lama banyak pulang kampung karena keadaan sudah sedikit aman. Dan pasukan diganti oleh orang baru/prajurit baru. Tiba-tiba ada kabar perdamaian di Tokyo gagal.




Panglima wilayah langsung membuat rapat mendadak atas instruksi Panglima Tertinggi Aceh/TNA. Dan, kami dipanggil mewakili beberapa oramg ke Komando Wilayah untuk mempersiapkan bekal menghadapi DM (Darurat Militer) karena belum ada informasi yang jelas berapa jam DM. Kami sangat gembira waktu itu karena Aceh telah disahkan DM bertanda akan segera Merdehka. Kami tidak menyangka sampai 2 tahun DM disebut Tertip Sipil. Ya ALLAH.

Mulailah kami mencari dana dan mencari beras secukupnya. Saya kebetulan diajak sama Abdullah (ex Pasukan Gajah Meulangue). Abdullah juga angkatan ex Malaya.

Abdullah adalah pasukan termuda yang ikut Tgk. Sulaiman Husen/Tgk. Malem Panyang/Leman Paloh Punti yang syahid di Paya Cot Trieng jam 6 subuh pada akhir tahun 2000 diserang dari atas dengan heli “siluman” TNI.

Abdullah kawan baik saya waktu kecil. Dia lah yang pertama membawa senjata ke Nisam bersama Tgk. Leman dan akhirnya jadi Pang Sagoe Nisam/Babah Krueng D-1 Pasee. Pada saat itu, Abdullah cuma punya sepucuk pistol bintang 5 FN. Sedangkan saya tidak punya senjata lagi karena tidak lagi di kompi.

Perang terus berkecamuk mulai tahun 2003, hari Senin setelah disahkan oleh Megawati di Jakarta, mulailah kami bergerilya total berpisah dengan keluarga dan sanak saudara, Dan abang kandung saya punya satu tim pasukan petrus dan bom. Tapi jauh berpisah dengan saya, serta abang saya, Muslem juga saya tidak pernah ketemu lagi.

Saya tetap bertahan dengan teman saya, Abdullah dan ada berapa orang kawan lainnya selama 6 bulan. Perang tetap tidak pernah berhenti. Dari DM menjadi DS (Darurat Sipil), terjepit habis. Hidup GAM seolah-olah tidak ada celah lagi untuk melanjutkan perjuangan karena dimana-mana ada TNI.

Saya cari info dimana posisi Pasukan Limpeun yang sudah jadi kompi C. Akhirnya, saya bisa ketemu sama Pasukan Limpeun, dan saya ikut berperang selama 10 hari serta hidup berpindah-pindah setiap terjadi kontak tembak, selalu ada korban di pihak GAM – TNI, masyarakat juga banyak yang jadi korban.

Perang yang masih saya ingat dan tidak pernah saya lupakan waktu musibah 8 orang pasukan kami jam 7 pagi di TEUPIN REusep kawasan PT.KKA. Pertama kami bertahan di Nisam. Karena terjepit disana, tiap hari kontak dengan TNI-Raider 700 dibantu oleh pasukan 112 Banda Aceh, dan Danru TNI 112 ini agak aneh sedikit kelakuannya. Asal kami tembak selalu masyarakat yang dikasari, sebab itulah kami selalu menghindar demi masyarakat. Kadang-kadang sampai ke bawah jam 3 malam, kami berjaga agar tidak ada kontak senjata, dan menginap lah di hutan dan Insya Allah selama 1 minggu aman terkendali.

Sementara ditempat lain tetap perang pasukan TNA dari kompi D Sawang yang dekat dengan persembunyian kami, tiap hari perang. Pasukan Singa Agam kompi B yang masih bertahan diatas perbatasan Gayo juga tiap hari kontak. Begitulah singkat cerita suatu hari intruksi panglima kami buat rapat darurat untuk penyerangan besar-besaran ke Kota Lhokseumawe dengan seluruh peralatan yang ada dan seluruh pasukan TNA yang tersisa. Kami tidak ada lagi cara untuk bertahan hidup kecuali menyerah, lari keluar negeri atau nekat serangan besar ke pihak lawan.

Hari Kamis, kalau saya tidak salah, Kami buatlah rapat disebuah tempat dekat jalan KKA. Kami berkumpul sejumlah 50 pasukan untuk rapat penyerangan KODIM, KOREM dan POLRES. Rupanya rapat kami tercium mulai tadi malam pagi jam 7, kami dikepung, 7 orang syahid, TNI dan masyarakat 1 orang, termasuk sahabat Karim.

Waktu itu saya bersama Nasir, N Paloh dan Nyakdin dan juga pasukan kompi B juga ikut syahit semuanya 7 orang. Dan mulai hari itu hidup berpencar lagi. Saya menyusup ke Rawa Cot Trieng lagi, beberapa orang pasukan keadaan sudah tertib sipil dan juga mayarakat terjepit habis. Tiba-tiba ada intruksi dari KORAMIL dan KODIM, pada hari Sabtu semua manyarakat mengungsi, khususnya yang di Nisam Antara. Hal itu diinstruksikan oleh TNI agar mudah menghabisi GAM yang tersisa.

Ahirnya pasukan kompi-C dipimpin oleh Irwan, orang Gayo campur Jawa. Irwan yang punya nama samaran Linda, karena rambutnya panjang. Disini lah tenar lagi pasukan sisa kompi-C Linda yang masih bertahun di Nisam Antara, walaupun tanpa 1 orang pun penduduk yang ada, hanya TNI dan TNA. Perangpun berkecamuk lagi, kami dicaci maki oleh Linda, komandan kompi baru kami, karena DANKI lama meluncur ke Negeri Putri Kamariah-Malaya.

Kami dicaci maki sama Linda Gayo setiap hari, ada yang 5 kali kontak senjata, tembak di atas karena pasukan Linda diperkuat cuma 8 orang yang grenty- grenty. Kami di dalam rawa juga keluar juga melihat sasaran yang empuk, atas perintah Linda, kami membuat penyerangan di Nisam bawah. Apapun yang bisa kami tembak untuk mengalih perhatian, kita singkat cerita, tiba rakan yang sama kami sakit semua ada yang malaria.

Imran dan saya juga sakit parah, tapi dengan izin Pang Sagoe saya, bisa keluar ke Banda Aceh selama 3 bulan. Kebetulan ada KTP Merah Putih yang kami rampas dari PNS dan istri TNI. Sementara di atas, Tim Linda ketemu dengan abang saya, Muslem Hasyim, disitulah abang menangis teringat saya, masih hidup atau sudah jadi cuak/menyerah ke musuh. Jawab Linda, Imran masih hidup dan sama pasukan dibawah dia, dalam kondisi sehat. Dan saya sempat bicara dengan abang, katanya ”Imran mungkin abang lebih dulu syahid, kamu abang peringatkan, kita turunan pahlawan, mulai dari nenek kita di Linge sampai nenek yang di Nisam adalah pahlawan. Kita keturunan Tgk Panglima Kaum Agam.

Sebagai peringatan kepada kamu, jangan pernah menyerah lebih baik kamu lari ke Malaya, jangan menyerah”, jawabku ”ia abang, Demi ALLAH, Demi Perjuangan Suci saya tidak akan menyerah, saya cuma berobat sebentar untuk lebih sehat untuk kita berjuang”, terus dia bilang. ”beu god bak jalan bek kaba beude nyan, god abang, wassalam”. Saya langsung cari celah izin, sudah ada berangkat lah ke Banda Aceh selama 3 bulan.

Setelah saya sembuh saya segera balik ke Nisam, waktu itu keadaan masih Tertip Sipil, jaga malm dan ronda TNI tiap kampung. Jam 4 subuh saya tiba di kampung Ulee Pulo Kecamatan Dewantara, kebetulan ada 1 Dayah yang pernah saya datangi tahun 2000 sewaktu dengan Tgk. Ismail Syaputra, biro penerangan.

Disitulah saya tunggu pagi hari, sesudah shalat subuh saya jumpai orang yang punya Dayah. ”oooww Imran, ya ALLAH”. Terkejut Tgk. Zakaria ”Masih hidup kamu rupanya, bulan yang lewat kami berdoa untuk arwah kamu. Kami baca di koran serambi, Imran tewas, sparatis Aceh pimpinan M. Rajab Ramazan, benar kamu Imran? ”Benar Tgk, saya adalah Imran, kataku, yang syahid hari itu, Imran yang lain”.

Dengan air mata bahagia Tgk. Zakaria memeluk saya dan mengajak ke dalam ruangannya. Tgk. Zakaria yang berumur 35 tahun waktu itu, Pimpinan Dayah di Ulee Pulo, kebetulan masih lajang. Kami bercerita sambil minum kopi.

Singkat cerita dia bertanya ”Imran bagaimana kabar Bang Muslem, saya dengar dari teman-teman di Nisam, Bang Muslem sakit parah ya?”. ”Saya tidak tahu Tgk, sebab saya sudah 3 bulan tidak di hutan, saya di Banda Aceh”.
”Jadi kamu sudah menyerah ya”
”Tidak Tgk, saya masih setia pada GAM”
”Baiklah kalau masih GAM. Saya pikir kamu menghianati kawanmu”
”Lilahitaala Tgk, saya masih setia pada GAM.

Hari itu juga, saya coba telpon Bang Muslem, tapi HPnya tidak aktif. Kemudian saya cari nomor kawan lain yang kebetulan masih aktif diseputaran Ule Pulo, ada juga yang bersembunyi, namanya Pon Cina. Pasukan Petrus Sagoe Bujang Salem/Kruenggukueh.

Saya coba dekati Pon Cina. Saya bilang sama dia melalui telpon.
“Pon, saya Imran. tolong beri no HP kawan di atas”
“Oooo Imran, adek si Lem ya”
“Ya, kata saya”.
“Sama siapa Imran di situ”.
“Saya sendiri”..
“Kamu ada senjata gak”.
“Gak ada Bang Pon, saya baru pulang dari Banda Aceh, berobat sebab saya sakit parah”.
“ooow, ini ada no HP DAN OPS Daerah-1 Tgk. Mahyeddin”
“oooo, boleh juga, kalau bias, tolong kasih juga no HP Linda, itupun kalau Bang Pon ada.”
Saya coba telpon Bang Madyed, langsung dia tanya.
“Kemana saja kamu, abang mu sakit parah dadak, tiap malam memangil nama kamu adoe loen hoka??? imran??? Walaupun. dia sakit parah pistolnya yang FN sixsowar putih tetap dipinggangnya tidak diberikan kepada siapa-siapa.”

“Baik Bang Madyet, besok malam saya naik ke Nisam untuk jumpa abang”
Jam 6 pagi saya sampai ke Nisam Antara dengan menumpang mobil beras yang berjualan di Pekan Simpang Rambong, jalan menuju Gayo Bener Meriah.

Ketemu dengan Geuchik Din di Pekan.
”Bang Din, saya Imran adeknya Bang Muslem”.
Kebetulan Geuchik Din masih ada hubungan saudara, ia cepat naik ke dalam mobil, sebentar lagi TNI yang dari pos Aleu Dua Linda mengarah ke sini. Kami melaju ke Krueng Tuan, disitulah di rumah Geuchik Din, saya sembunyi.

Linda langsung berperang di Pasar Simpang Rambong membacok TNI, 1 orang mengambil 1 senjata GLM-Granade Lancer Marchine. Saya bertanya pada Geuchik.
”Bang Din bagaimana caranya saya bisa bertemu dengan Bang Muslem?”
”Tunggu aja Linda lewat, sambil uang sama saya jam 5 sore nanti” kata Bang Din.
Hari Rabu jam 5 sore tahun 2004 saya di Krueng Tuan Nisam Antara menunggu pasukan Linda. Jam 5 sore. Tiba-tiba ada yang memberi salam di luar ternyata Linda yang datang, Dia meminta air putih
”Ini darahnya TNI, geuchik” katanya. Mana adik Bang Muslem yang disuruh jemput sama Bang Madyet?
”Ini dia, Imran”.
”Tunggu kami di sini, sebab jam 6 kita masuk ke camp (kem-red),”
”Bang Lem sakit parah ya? Baiklah Bang Wan, saya tunggu, jam 6 kontak lagi di rumah Geuchik Krueng Tuan”, Tapi waktu itu keadaan tidak mengijinkan menunggu, akhirnya saya lari ke hutan, sementara dengan Bang Muslem saya belum juga ketemu, dan dengan Linda juga berpisah. Waktu itu saya merasa betapa sedihnya hati ini.

Tak lama setelah itu, saya lari turun lagi ke bawah Nisam Induk, besok paginya ada kabar Bang Muslem meninggal dunia, sakit Barah Buniet, darah dalam perut. Saya menangis sampai bengkak mata saya. Bagaimana saya tidak sedih, saya belum bertemu, sedangkan dia sudah meningal. Ini terjadi menjelang tsunami.

Akhirnya masyarakat di suruh mengungsi di Idi mengungsi selama 7 bulan. sementara saya masih berada bersama pasukan. Tujuan di ungsikan masyarakat agar mudah bagi TNI untuk menghabisi pasukan GAM.

Linda seorang pejuang yang tidak pernah trauma terhadap musuh. Linda Pahlawan Muda di Pasee keturunan dari Gayo.
BERSAMBUNG.......

Laporan
Johan Makmor Abdul Gani
The ACEH TIMES

Referensi:

http://www.pena-aceh.org/2013/01/air-mata-duka-pada-masa-dom.html

No comments:
Write komentar