Monday, April 4, 2016

Potret Sejarah Rumah Cut Nyak Dhien

Sebagai ‘daerah modal’ republik ini, Aceh mempunyai sederet pahlawan nasional. Semangat juang anak bangsa terlihat dari dahsyatnya perang yang berkecamuk. Bukan peralatan perang atau sejenisnya, tapi karena nyala nasionalisme yang tak pernah padam.http://acehabad.blogspot.com/2016/04/potret-sejarah-rumah-cut-nyak-dhien.html
Lebih dari itu bagi rakyat Aceh, perang melawan Belanda merupakan perang membela agama. Itulah yang membuat perang berkobar sehingga daerah di ujung barat Indonesia ini menjadi satu-satunya yang tak bisa ditaklukkan penjajah.
Rumah Cut Nyak Dhien
Sosok Cut Nyak Dhien   

Agresi militer Belanda telah memantik nyala nasionalisme dan mengobarkan semangat jihad pribumi. Inilah yang menyebabkan banyak pejuang lahir dari Tanah Rencong. Salah satunya adalah Cut Nyak Dhien. Istri dari seorang pahlawan nasional, Teuku Umar. Seorang wanita Aceh yang dikenal tangguh dan menjadi pemimpin pasukan perang. Teuku Umar merupakan suami kedua dari Cut Nyak Dhien.
rencong
Peninggalan rencong
Dari pernikahan tersebut mereka dikaruniai seorang keturunan bernama Cut Gambang. Perang Aceh melawan Belanda merupakan perlawanan yang meninggalkan pengalaman paling perih di pihak penjajah. Belanda harus merelakan nyawa empat jenderal dan ribuan armada perangnya melayang ketika perang berkecamuk. Menghadapi gerilyawan Aceh yang dikenal gigih dan tak takut mati. Dalam sebuah pertempuran sengit, Teuku Umar lari ke Meulaboh Kabupaten Aceh Barat dan ditembak di sana. Perjuangan lalu dilanjutkan oleh sang istri, Cut Nyak Dhien yang kemudian mengambil alih dengan memimpin langsung pasukan perang.

Namun akhirnya srikandi dari Aceh itu ditangkap dan diasingkan ke Sumedang, Jawa Barat. Di sanalah ia mengembuskan napas terakhir dan dimakamkan di daerah setempat. Cut Nyak Dhien tutup usia dalam umur 60 tahun (1848 - 1908).
Rumah Cut Nyak Dhien
Jejak srikandi dari Tanah Rencong itu sampai sekarang masih bisa dilihat di rumah peninggalannya. Beralamat di Jalan Banda Aceh – Meulaboh Km 8 Desa Lampisang Kecamatan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar. Tim ASA grup bertandang ke rumah Cut Nyak Dhien yang telah ditetapkan sebagai sasana budaya. Rumah yang dibangun tahun 1893 ini merupakan hibah Belanda. Pemberian ini bukan tanpa alasan.
suasana
Suasana di dalam rumah.
Sang suami Teuku Umar mengatur srategi perang dengan membelot ke pihak penjajah. Tak berumur panjang, tiga tahun usai dibangun rumah itu dibakar karena oleh Belanda karena penjajah mendapati Teuku Umar membangkang dan kembali memimpin perang melawan mereka. Rumah Cut Nyak Dhien dibangun kembali tahun 1987 dengan memajang manuskrib dari Museum Negeri Belanda.
Seperti lazimnya rumah adat Aceh, rumah Cut Nyak Dhien berbentuk rumah panggung yang terdiri atas tiga ruangan utama. Ketiga ruangan tersebut yaitu, serambi depan untuk kalangan laki-laki, serambi tengah untuk ruang keluarga, dan serambi belakang untuk kaum perempuan. Bedanya selain sebagai tempat kediaman, rumah Cut Nyak Dhien juga berfungsi sebagai markas perang.
Sehingga secara fungsional rumah terbagi dua dan dipisahkan dengan ukuran yang lebih besar daripada rumah Aceh umumnya. Pun begitu tetap mempertahankan ciri khas rumah adat yang melekat padanya.
Semburat warna kuning yang menjadi simbol raja diraja Aceh memburat hampir di semua perkakas rumah. Dari balik lemari pajang, berbilah-bilah senjata tradisional seperti parang dan rencong terhunus.
Perabotan dengan ukiran Jepara bertengger di setiap sudut rumah. Rumah tersebut dibangun sama persis dengan versi aslinya, kecuali sumur dan fondasi saja yang masih asli karena tidak ikut terbakar. Rumah yang terletak di area seluas 2.200 meter tersebut buka dari pukul 09.00 – 16.00 WIB. Meskipun tak mengenakan tarif, namun pihak pengelola dalam hal ini pemandu menerima sumbangan seikhlasnya.
“Sayangnya rumah Cut Nyak Dhien kurang promosi oleh pemerintah. Kebanyakan tamu yang datang dibawa oleh agen travel dan berasal dari turis Malaysia,” ujar Zahri, salah seorang pemandu.
Srikandi Aceh itu telah lama tiada, namun spiritnya masih tetap hidup.
Semoga dan selalu.
(Serambi Indonesia)
Terima kasih telah berkunjung di Blog kami! Setelah Anda membaca artikel ini mohon tinggalkan komentar dan jika ingin membagikan atau menyalin isi artikel ini jangan lupa meletakkan sumber link blog http://acehabad.blogspot.com. TERIMA KASIH!

No comments:
Write komentar